BORGOLNEWS.COM, Rohul/Riau-Persoalan masalah dugaan temuan kegiatan penimbunan BBM di Desa Rambah Tengah Utara berbatas dengan Desa Babusalam, Kecamatan Rambah Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) terus menjadi perbincangan hangat dimasyarakat, terlebih setelah adanya konferensi pers dari pihak Polres Rohul yang menyatakan pelaku hanya diberikan sanksi administratif.
Penerapan ini dijelaskan mengacu pada Undang-undang Cipta kerja, hal ini disampaikan IPTU BJ Tanjung pada saat konferensi pers, Selasa 18 Mey 2021 lalu. Dalam konfrensi pers itu Polres Rohul mengakui awalnya untuk proses penyelidikan menerapkan UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas
Dijelaskan, izin usaha yang diperlukan untuk kegiatan usaha minyak bumi dan atau kegiatan usaha gas bumi sebagai mana dimaksud dalam ayat 1 adalah izin usaha pengolahan, izin usaha pengangkutan, izin usaha penyimpanan dan izin usaha niaga.
Namun dalam perjalanannya, pihak Polres Rohul meminta keterangan dari ahli, dalam hal ini BPH migas dari Jakarta, bahwa terhadap kegiatan tersebut UU nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi telah dirubah ke UU nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, itu dirubah menjadi sanksi administratif dan atas dasar ini Polres menyimpulkan bahwa kegiatan yang dilakukan Pendi tidak masuk kategori Pidana.
Melihat fenomena ini, SAPMA IPK Dan LAMR TJSP Rokan Hulu mengharapkan adanya pendapat dari ahli Pidana, hal ini menurut mereka sangat penting agar dimasyarakat tidak menjadi bias dan menjadi multi tafsir.
“Jujur, ini menjadi perbincangan hangat. Makanya menurut hemat kami, perlu ada pendapat ahli Pidana, dengan demikian masyarakat tidak berpikir bias dan multi tafsir,”kata Jauhari Ketua SAPMA IPK Rohul, Rabu (19/5) memberikan masukan.
Dia katakan, temuan Babinsa Koramil 02/Rambah saat patroli Karhutla pada minggu pertama bulan April lalu bukan tidak berdasar. Jauhari meyakini bahwa Babinsa Koramil 02/Rambah menemukan adanya kejanggalan sehingga penemuan tersebut dilaporkan ke pihak kepolisian.
“Jujur, kami sangat mengapreseasi tindakan Babinsa karena kita tahu kondisi BBM menjadi bermasalah dengan tindakan oknum penimbun. Namun dengan penyampaian Polres Rohul peru ada penyampaian pemahaman di masyarakat dimana disampaikan bahwa tindakan tersebut bukanlah Pidana, nah tentu pendapat ahli Pidana sangat perlu agar tidak semakin liar,”paparnya.
Jauhari mengatakan, saat ini berkembang dimasyarakat bahwa “penimbun” BBM tersebut dianggap mendapat perlakuan istimewa dari pihak Kepolisian. Apalagi mulai dari penyidikan menggunakan azaz lex specialis hingga belakangan diketahui pelaku Pendi hanya dikenai sanksi administratif atas dasar Undang-undang Cipta Kerja
“Sekarang berkembang pembicaraan bahwa pemilik mendapat perlakuan istimewa, ini bahaya jika dibiarkan. Makanya jalan satu-satunya harus pendapat ahli itu,”katanya mengulangi.
Tidak kalah menarik, Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) melalui Wakil Ketua tim Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP), Ade Irwan Hudayana mengungkapkan pihaknya sangat menyayangkan praktek penimbunan BBM premium bisa bebas, sementara masyarakat kesulitan mendapatkan BBM tersebut.
“Jangan sampai masyarakat berfikir bahwa Satuan Inteligen Polres Rohul lemah dalam mengungkap temuan penimbun BBM premium, atau adanya pemikiran bahwa ini ada korporasi,”katanya.
Ade Irwan Hudayana menambahkan penimbunan BBM premium sudah jelas meresahkan Masyarakat Melayu Riau, terlebih BBM tersebut sulit didapatkan di SPBU yang ada, Dia berharap agar Polres jangan tebang pilih dalam penegakan hukum.
“Kita dari salah satu lembaga adat meminta kepada Polres Rohul untuk mengeluarkan surat atau payung hukum tertulis, untuk menjaga ketika kedepan anak ataupun ponakan masyarakat Rokan Hulu jika melakukan penimbunan BBM hanya dikenakan sanksi administrasi, jangan ada tebang pilih,”tegasnya. (Tim)
Discussion about this post