BORGOLNEWS.COM, Rohul/Riau-Polemik undang migas yang dilemahkan oleh undang undang cipta kerja membuat ahli hukum pidana Dr. Yudi Krismen, S.H., M.H dari Universitas Islam Riau turut angkat bucara terkait viralnya pemberitaan tentang tindak pidana Migas yang terjadi di Kabupaten Rohul.
Ahli hukum Pidana ini angkat bicara setelah adanya statment dari Humas Polres Rokan Hulu tentang ancaman bagi penimbun BBM bersubsidi hanyalah sanksi administrasi, sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja.
Yudi berkata dalam pemberitaan itu , bahwa pendapat hukum yang disampaikan Humas Polres Rohul tersebut adalah sebuah Kekeliruan yang nyata, karena sesuai dengan ketentuan UU No.11 Tahun 2020 Tentang UUCK untuk itu dapat kami jelaskan, sbb :
bahwa Pengaturan hukum tentang BBM bersubsidi diatur dalam ketentuan Pasal 55 UU No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, yang berbunyi: “Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, bahan bakar gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah)”,
“Bahwa ancaman dalam Pasal 55 UUCK (undang undang cipta kerja) tersebut adalah Pidana Penjara dan Pidana Denda (bersifat kumulatif) yaitu sekaligus dapat diterapkan terhadap pelaku, dan bukan sanksi administrasi sebagaimana disampaikan oleh Humas Polres Rohul,”jelas Dr. Yudi Krismen, S.H., M.H Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Riau pada jawaban tertulisnya ke aalah aatu media di Rohul.Jumat (20/5).
Selanjutnya dalam UU Migas juga mengatakan, “Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).
“Jadi jelas dan tegas pengaturan pidananya dalam UU CK tersebut,”paparnya.
Dikatakan, bahwa ada Penyempurnaan ancaman pidana terhadap objek perbuatan pidana yang dapat dipidanakan dalam UUCK No. 11 Tahun 2020 tersebut, bukan hanya terkait minyak sebagai objek yang dapat dipidanakan tetapi juga terkait penambahan Gas sebagai objek dalam perbuatan pidana dimaksud.
Diberitakan sebelumnya, Persoalan masalah dugaan temuan kegiatan penimbunan BBM di Desa Rambah Tengah Utara berbatas dengan Desa Babusalam, Kecamatan Rambah Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) terus menjadi perbincangan hangat dimasyarakat, terlebih setelah adanya konferensi pers dari pihak Polres Rohul yang menyatakan pelaku hanya diberikan sanksi administratif.
Penerapan ini dijelaskan mengacu pada Undang-undang Cipta kerja, hal ini disampaikan IPTU BJ Tanjung pada saat konferensi pers Selasa (18/5) lalu. Dalam kesempatan ini Polres mengakui awalnya untuk proses penyelidikan menerapkan UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas.
Dijelaskan, izin usaha yang diperlukan untuk kegiatan usaha minyak bumi dan atau kegiatan usaha gas bumi sebagai mana dimaksud dalam ayat 1 adalah izin usaha pengolahan, izin usaha pengangkutan, izin usaha penyimpanan dan izin usaha niaga.
Namun dalam perjalanannya, pihak Polres Rohul meminta keterangan dari ahli, dalam hal ini BPH migas dari Jakarta bahwa terhadap kegiatan tersebut UU nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi telah dirubah ke UU nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, itu dirubah menjadi sanksi administratif dan atas dasar ini Polres menyimpulkan bahwa kegiatan yang dilakukan Pelaku tidak masuk kategori Pidana. (tim)
Discussion about this post