BORGOLNEWS.COM, Jakarta – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta pemerintah pusat, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mencabut izin konsesi penggunaan lahan PT Toba Pulp Lestari. Mengingat kehadiran PT Toba Pulp Lestari (TPL), yang dahulu bernama PT Inti Indorayon Utama, selama lebih kurang 30 tahun, di Tapanuli, Sumatera Utara, justru malah menyisakan duka mendalam bagi masyarakat Batak.
Berdasarkan aduan masyarakat yang masuk, kehadiran PT Toba Pulp Lestari justru menyebabkan berbagai persoalan yang tidak berkesudahan. Antara lain terkait perampasan hak atas dasar sumber kehidupan, perampasan hak atas lingkungan aman dan lestari, perampasan hak atas pekerjaan, dan perampasan hak atas rasa nyaman.
Bamsoet Luncurkan Buku “Cegah Negara Tanpa Arah”Percepatan Migrasi Kendaraan Konvensional ke Kendaraan Listrik Harus DidukungTerima Dubes Guatemala, Bamsoet Dorong Peningkatan Kerjasama Ekonomi
PT Toba Pulp Lestari pada awalnya mendapatkan izin konsesi seluas 269.060 dari negara, berdasarkan SK No.493 KPTS-II/Tahun 1992. Setelah mengalami delapan kali revisi, yang terakhir SK 307/Menlhk/Setjen/HPL.0/7/2020, izin konsesi menjadi 167.912 hektar.
“Fakta di lapangan, wilayah konsesi bersinggungan dengan wilayah masyarakat adat. Menyebabkan akar konflik agraria yang berkepanjangan dan tidak terselesaikan hingga saat ini. Pemerintah harus memproses hukum pelanggaran yang dilakukan PT Toba Pulp Lestari baik kehutanan, lingkungan hidup, dan pencemaran/Pengaringan Kawasan Pertanian dan Danau Toba termasuk pemukulan terhadap masyarakat,” ujar Bamsoet menanggapi aduan masyarakat adat, di Jakarta, Selasa (25/5/2021).
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, PT Inti Indorayon Utama secara resmi berdiri pada 26 April 1983. Sejak tahun 2004 sampai sekarang, berganti nama menjadi PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Pada 31 Oktober 1984, Gubernur Sumatera Utara mengabulkan permohonan lokasi pabrik PT Inti Indorayon Utama seluas 200 ha di Sosor Ladang Porsea. Pada 19 November 1984, PT Inti Indorayon Utama memperoleh Hak Pengusahaan Hutan (HPH) seluas 180.000 ha yang hutan alam dan hutan pinus merkusi di Sumatera Utara.
Ia menambahkan, kerasan adat diwilayah Konsesi kerap terjadi,saat ini, sekitar 23 komunitas masyarakat adat yang tersebar di 5 (lima) Kabupaten Kawasan Danau Toba turut berkonflik dengan PT Toba Pulp Lestari. Total wilayah adat yang diklaim sepihak sebagai konsesi perusahaan sekitar 20.754 hektar. Sepanjang tahun 2020-2021, sebagaimana disampaikan KSPPM Parapat, PT Toba Pulp Lestari melakukan berbagai tindakan kekerasan terhadap warga.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini menuturkan, pada 21 Desember 2020, PT Toba Pulp Lestari menerbitkan surat larangan kepada masyarakat Natinggir untuk membangun rumah di atas wilayah adatnya. Dilanjutkan pada Januari 2021, PT Toba Pulp Lestari melaporkan masyarakat adat Op. Ronggur Simanjuntak ke Polres Tapanuli Utara karena tetap berladang di areal konsesi, padahal korban jelas berladang di tanah adat mereka. Pada 20 April 2021, warga Parbulu melakukan aksi protes terkait limbah pembibitan PT Toba Pulp Lestari yang mencemari sawah mereka yang dijadikan lokasi pembibitan. Pdt. Faber Manurung sampai dibawa paksa polisi.
“Pada 30 April 2021, PT Toba Pulp Lestari didampingi polisi desa dan Babinsa menghentikan aktivitas penanaman warga dan memicu konflik. Sedangkan pada 18 Mei 2021, PT Toba Pulp Lestari mengancam dan melakukan kekerasan terhadap masyarakat adat Natumingka, sebanyak 12 warga mengalami luka-luka akibat dipukul dan dilempari oleh security, humas dan karyawan PT Toba Pulp Lestari. Aparat kepolisian harus menindak dan memproses hukum tindakan kekerasan yang dilakukan PT Toba Pulp Lestari terhadap masyarakat adat,” pungkas Bamsoet. (red)
Discussion about this post