BORGOLNEWS.COM, PEKANBARU – Kabag ULP Provinsi Riau, Ekky Khadafi kembali menjalani pemeriksaan di Polresta Pekanbaru, terkait dugaan korupsi pembangunan gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau (Unri) tahun 2012.
Pemeriksaan terhadap Ekky yang berstatus sebagai tersangka itu dilakukan pada hari Jumat (4/6/2021) pagi, sekitar pukul 09.30 WIB.
“Dia dimintai keterangan lanjutan untuk melengkapi berkasnya sebagai tersangka sesuai petunjuk jaksa,” kata Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol Nandang Mukmin Wijaya melalui Kasat Reskrim Kompol Juper Lumbantoruan, Jumat (4/6/2021).
Walau sudah berstatus tersangka sejak tahun 2018 lalu, berkas perkara Ekky belum kunjung selesai, maka dari itu penyidik Polresta Pekanbaru akan kembali berkoordinasi dengan Kejaksaan, untuk memastikan, apakah syarat formil dan materil perkara itu telah terpenuhi atau tidak.
“Kita lihat nanti. Setelah ini kan kita akan berkoordinasi lagi dengan pihak Kejaksaan Negeri Pekanbaru. Jika masih ada petunjuk lagi, nanti akan kita tindak lanjuti sesuai dengan petunjuk dari Jaksa,” tutupnya.
Selain Ekky, ada dua orang tersangka lain bernama Hery Suryadi mantan Pembantu Dekan II Fisipol UR dan Ruswandi mantan karyawan PT Waskita Karya (WK) selaku Komisaris PT Usaha Kita Abadi perusahaan yang mengerjakan proyek pembangunan gedung FISP UR telah disidangkan dan divonis 2 tahun dan 3 tahun penjara.
Ekky belum disidangkan karena berkas perkaranya selalu dikembalikan oleh jaksa karena belum memenuhi syarat formil dan materil terkait tanda tangan Ekky Khadafi di sejumlah dokumen proyek tersebut.
Tanda tangan Ekky yang menjabat sebagai anggota Kelompok Kerja (Pokja) proyek pembangunan gedung Pascasarjana Fisipol kala itu dinyatakan non identik oleh Labfor Polda Sumatera Utara. Ada kaitan antara tanda tangan dengan tanggungjawab Ekky.
Proyek pembangunan gedung pascasarjana FISIP UR dikerjakan pada 2012 lalu. Saat itu, Ekky Ghadafi menjabat selaku Kepala Bagian (Kabag) Umum dan Perlengkapan Fisipol UR sekaligus anggota tim Kelompok Kerja pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) di Universitas Riau.
Perkara ini juga menyeret Dr Zulfikar Djauhari dosen Universitas Riau selaku Ketua Tim Teknis pembangunan proyek. Lalu, Direktur CV Reka Cipta Konsultan, Benny Johan sekalu konsultan perencana.
Dugaan penyimpangan pada proyek pembangunan gedung FISIP UR terjadi pada 2012 lalu dan gagal hingga dua kali. Akibatnya, panitia lelang melakukan penunjukkan langsung untuk menentukan pelaksana kegiatan.
Padahal, proyek hanya boleh dikerjakan oleh peserta lelang yang telah mendaftar karena dalam pendaftaran, peserta pastinya membuat surat keterangan penyanggupan. Namun oleh panitia lelang dipilih rekanan yang sama sekali tidak mendaftar.
Bahkan, proses penunjukkan tersebut dilakukan oleh panitia lelang bersama ketua tim teknis kegiatan. Kontrak kerja ditandatangani oleh direktur rekanan yang diduga dipalsukan di depan panitia lelang.
Dalam pengerjaannya, pada akhir Desember 2012 pekerjaan hanya selesai 60 persen namun anggaran tetap dicairkan 100 persen. Diduga ada kongkalikong antara tim teknis yang menyatakan kalau pengerjaan sudah 100 persen.
Anehnya perusahaan rekanan tidak di blacklist oleh panitia dan juga tidak dikenakan denda meski bermasalah. Menurut aturan, besaran denda adalah 5 % dari total anggaran yang diyakini sebesar Rp 9 miliar yang bersumber dari APBN Perubahan tahun 2012.
Berdasarkan audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau, tindakan itu telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp940.245.271,82. Nilai itu terdiri atas pekerjaan fisik Rp897.045.271,82 dan pekerjaan pengawasan Rp43.200.000. (red)
Discussion about this post