BORGOLNEWS.COM, PEKANBARU– Minyak jelantah atau bekas pakai kebanyakan menjadi limbah di tengah masyarakat.
Bahkan, minyak jelantah dibuang ke selokan rumah hingga menjadi pencemaran lingkungan.
Namun, siapa sangka, sekelompok pemuda di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau yang tergabung dalam CV Arah Baru Sejahtera, justru menjadi ladang bisnis minyak jelantah.
Bagi mereka minyak jelantah bisa menghasilkan uang dan menjadi bisnis yang menjanjikan hingga di ekspor ke luar negeri untuk diolah menjadi biodiesel.
Minyak jelantah itu sendiri merupakan minyak bekas pemakaian, bisa dalam kebutuhan rumah tangga, kebutuhan restoran dan lainnya, yang meliputi minyak sawit dan segala minyak goreng lainnya.
Muhammad Rizky Ramadan, selaku pimpinan CV Arah Baru Sejahtera menjelaskan, ide ini muncul saat ia bersama pemuda lainnya melihat lingkungan kurang terjaga dari limbah minyak jelantah.
Selain peduli lingkungan, kehadiran bisnis minyak bekas ini juga wujud peduli kesehatan.
Dirikan bank jelantah
Rizky menyebut, banyak pelaku usaha UMKM yang mungkin bahan dasar membuat usahanya dari minyak goreng, takutnya dari pada dibuang atau disalah gunakan yang membahayakan kesehatan, bisa dikumpulkan dan dijual kembali.
“Kita peduli lingkungan sekaligus peduli kesehatan, kita hadirkan program Bank Jelantah. Ini untuk membantu masyarakat dan pelaku usaha dari pada dibuang bisa dijual lagi bisa juga ditukar dengan sembako, emas atau uang,” ucap Rizky dalam keterangan tertulis yang dilansir dari Kompas.com, Sabtu (28/8/2021).
Ia menuturkan, untuk mengumpulkan minyak jelantah ini, pihaknya mendirikan Bank Jelantah yang mitranya sudah ada di kabupaten dan kota se Provinsi Riau.
Hal ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam menjual minyak bekas pakai.
Diekspor ke Singapura, Italia, Belanda
Minyak jelantah setelah dikumpulkan dari para supplier, akan difilter dan dilakukan uji laboratorium terlebih dahulu.
Setelah spesifikasinya cocok dengan permintaan perusahaan luar negeri, baru kemudian diekspor.
Alumni Ilmu Hukum Universitas Lancang Kuning (Unilak) ini mengungkapkan, masing-masing negara memiliki spesifikasi tersendiri untuk minyak jelantah tersebut.
Adapun, pihaknya mengekspor minyak bekas ini tergantung cocok tidaknya spesifikasi dari negara mana.
“Kita ekspor kadang ke Singapura, Italia dan Amsterdam (Belanda). Tergantung spesifikasi apa yang mereka butuhkan. Itu diuji dulu di laboratorium yang biasanya kami bekerja sama dengan Politeknik Kabupaten Kampar,” ungkap Rizky.
Diubah jadi biodiesel
Dia menjelaskan, sebetulnya minyak jelantah ini tidak hanya bisa diolah sebagai biodiesel. Tetapi, juga bisa diolah menjadi lilin, sabun dan lain sebagainya.
Alasan pihaknya mengekspor untuk biodiesel, karena menurutnya biodiesel menjadi salah satu olahan yang menjanjikan karena merupakan energi terbarukan.
Untuk diketahui, biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaru seperti minyak sayur atau lemak hewan, dan salah satunya bisa dibuat menggunakan minyak jelantah.
“Di luar negeri, orang sudah menggunakan biodiesel, karena lebih ramah lingkungan dan sumber energi terbarukan,” sebut Rizky.
Beberapa kali kena tipu supplier
Ia mengaku, bisnis yang ini dimulai sejak tahun 2018 lalu dan mulai berbadan hukum pada tahun 2019.
Menurutnya, bisnis ini tidak berjalan mulus begitu saja. Bahkan, Rizky juga sempat beberapa kali ditipu oleh supplier yang berbuat curang karena mencampur minyak jelantah dengan oli atau lainnya.
Namun, menurutnya lagi, hal tersebut menjadi tantangan bagi dia dan rekan-rekannya untuk berbuat lebih baik lagi dan lebih teliti ketika membeli jelantah dari para penjual minyak jelantah.
“Namanya, bisnis tidak mungkin berjalan mulus, sempat juga kena tipu. Tapi, kami ambil pelajaran saja semuanya,” tutur Rizky.
Ia menyebutkan, perharinya bisa mengumpulkan satu sampai dua ton minyak jelantah yang disuplai dari Bank Jelantah dari kabupaten dan kota se Riau.
Untuk ekspornya, dilakukan sekali sebulan dengan kapasitas satu sampai dua kontainer, dengan jumlah minyak jelantah per kontainernya sebanyak 21 ton.
“Sekarang antusias masyarakat sudah cukup tinggi untuk menjual minyak jelantahnya, karena kan bisa dijadikan uang lagi,” kata Rizky.
Namun, dia mengaku volume minyak jelantah berkurang selama pandemi Covid-19. Menurutnya, mungkin karena banyak tempat makan yang tutup.
Biasanya, sebulan bisa ekspor tiga kontainer.
Cara warga jual minyak jelantah
Masih kata Rizky, bagi masyarakat yang ingin menjual minyak jelantahnya bisa melalui Bank Jelantah atau langsung ke kantornya di Kompleks Pergudangan Golden City Nomor B10, Jalan Air Hitam Kota Pekanbaru, Riau.
Masyarakat juga bisa juga menghubungi melalui instagram bankjelantah_pekanbaru atau menghubungi di nomor 085264385912/082298354357.
Rizky menyebutkan, untuk harga minyak jelantah per kilo dibeli dengan harga Rp 7.000 dan itu merupakan harga standar.
Jika volume jelantahnya lebih tinggi, maka bisa dibeli dengan harga yang tinggi pula.
“Untuk mengumpulkan minyak jelantah ini, kita juga bekerja sama dengan Yayasan Sahabat Cinta Ummat dalam program sedekah jelantah, dan juga dengan Bank Sampah Pekanbaru, serta komunitas pegiat lingkungan lainnya,” ungkap Rizky.
Ia berharap, ke depannya minyak jelantah ini tidak hanya diekspor kemudian diolah negara luar menjadi biodiesel, namun ia berharap minyak bekas bisa diolah sendiri di Provinsi Riau.
Namun, saat ini keterbatasan dalam pengelolaan biodiesel minyak jelantah adalah harga mesin yang cukup mahal, sumber daya manusia yang belum mumpuni, serta belum adanya pasar yang jelas ke mana biodiesel tersebut akan disalurkan.
“Tentu berharap juga kita yang mengolah sendiri. Tapi, saat ini kita masih terbatas. Sebetulnya, di Politeknik Kampar itu sudah bisa mengolahnya jadi biodiesel, tapi pasarnya belum ada, jadi belum dilanjutkan,” kata Rizky. (red)
Discussion about this post