BORGOLNEWS.COM, KUANSING/RIAU – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kuantan Singingi, Hadiman SH,MH akan menerbitkan surat perintah penyelidikan baru terkait pengembangan kasus dugaan korupsi Hotel Kuansing. Sprin lidik ini membuktikan konsistensi Korps Adhyaksa dalam menuntaskan secara menyeluruh dugaan penyimpangan pada salah satu Proyek 3 Pilar tersebut.
“Kita ingin menuntaskan secara komprehensif kasus Hotel Kuansing yang telah menjadi atensi publik. Sebagaimana pernah kami sampaikan, setelah putusan soal korupsi ruang pertemuan Hotel Kuansing, maka akan menyasar pada bagian lain dari proyek hotel tersebut,” kata Hadiman kepada awak media, Minggu 05/09/21.
Hadiman menjelaskan, Sprinlid tersebut akan terbit dalam bulan September ini. Kali ini, Kejari Kuansing akan
menyasar pada nomenklatur proyek pembangunan fisik Hotel Kuansing.
“Jadi, bukan kita mencicil kasus. Namun, karena pembangunan Hotel Kuansing ini bertahap, maka agar konsentrasi Tim tidak terpecah, maka prosesnya juga kita lakukan bertahap. Sehingga tim bisa fokus. Kita fokus saat ini berkaitan dengan pembangunan fisik Hotel Kuansing, jika kemarin masih berkaitan dengan ruang pertemuan Hotel Kuansing,” jelas Hadiman yang merupakan kajari terbaik ketiga se-Indonesia dan terbaik pertama se-Riau dalam penanganan kasus
korupsi.
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru telah menjatuhkan vonis kepada dua pejabat Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing dalam kasus korupsi pengadaan ruang pertemuan Hotel Kuansing, Kamis (27/8/2021) lalu. Keduanya adalah mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing, Fachrudin telah divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Sementara, pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) proyek tersebut, Alfion Hendra divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Kejaksaan masih mengajukan upaya hukum banding dalam kasus ini karena putusan hakim belum sesuai tuntutan jaksa.
Hadiman menjelaskan, pembangunan Hotel Kuansing terbagi atas tiga pos anggaran. Yakni anggaran pengadaan lahan sebesar Rp 12,5 miliar dan anggaran ruang pertemuan sebesar Rp 12 miliar lebih. Sementara, untuk pembangunan fisik Hotel Kuansing menyerap dana sebesar Rp 46 miliar.
Meski proyek telah selesai, namun hingga kini hotel tersebut tak bisa dioperasionalkan. Kondisi bangunan hotel
memprihatinkan sehingga ada potensi kerugian negara yang terjadi dari proyek tersebut. Pihaknya mensinyalir proses pembangunan Hotel Kuansing diduga juga tidak sesuai dengan ketentuan. Inilah yang menyebabkan hotel tersebut terkesan dibiarkan teronggok menjadi bangunan tua dan mengalami kerusakan di sana sini
sejak selesai dibangun.
Dugaan pelanggaran ketentuan tersebut karena pembangunan Hotel Kuansing tidak didahului adanya pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pemda Kuansing baru membentuk Perda Nomor 5 tahun 2015 tentang BUMD pada 25 November 2015, setelah pembangunan hotel selesai dilakukan. Pembangunan hotel tersebut semestinya melalui BUMD dalam bentuk penyertaan modal.
“Padahal sudah ada surat dari Menteri Dalam Negeri yang menegaskan pembangunan hotel baru bisa dilaksanakan jika BUMD sudah ada lebih dahulu. Sehingga, sebenarnya pembangunan belum bisa dilakukan sebelum adanya BUMD,” terang Hadiman.
Perda Kuansing Nomor 5 tahun 2015 tentang BUMD merupakan payung hukum pembentukan BUMD di lingkungan Pemda Kuansing. Dalam pasal 4 perda itu, disebutkan BUMD yang akan didirikan yakni untuk mengelola pasar rakyat dan perhotelan. Namun, hingga kini BUMD yang dimaksud tak kunjung dibentuk. (red)
Discussion about this post