BORGOLNEWS.COM, SELATPANJANG – Abrasi di Kepulauan Meranti terus saja menjadi momok menakutkan bagi kabupaten termuda di Riau itu.
Untuk menyelamatkan daerah ini dari persoalan abrasi dibutuhkan biaya yang besar dan untuk menanganinya melalui APBD dirasakan sangat sulit.
Bupati Kepulauan Meranti H Muhammad Adil SH mengambil tindakan cepat untuk menanganinya dengan idenya menggunakan batang kelapa sebagai penahan ombak dan sampah sebagai timbunan di lokasi abrasi.
Tanpa menunggu lama, Bupati pun langsung merealisasikan idenya itu dengan menimbun sampah organik dan anorganik rumah tangga yang dibawa dari TPA Gogok ataupun langsung dari Selatpanjang untuk ditimbun di bekas abrasi tepatnya di Desa Mekong, Kecamatan Tebingtinggi Barat. Diketahui ombak disana sangat ganas dan meruntuhkan tebing yang berada disekitarnya.
Ide dan tindakan cepat Bupati ini ternyata tidak melalui tahapan kajian, sehingga akan berdampak menimbulkan persoalan yang baru.
Hal itu disampaikan Pakar Lingkungan Provinsi Riau, Dr Elviriadi yang dikonfirmasi terkait hal ini. Dia mengatakan apa yang dilakukan Bupati itu adalah tindakan yang sia-sia dan akan menimbulkan masalah baru.
“Sampah itu tidak bisa langsung digunakan untuk bahan penimbunan. Itu namanya kerja menyanyah. Dampak yang ditimbulkannya nantinya adalah akan terjadi masalah baru. Selama ini kan ada program membersihkan pantai, namun dengan adanya ide seperti ini dikhawatirkan sampah malah jadi berserakan di pantai, harusnya ada kajian terlebih dahulu,” kata Elviriadi, dilansir dari halloriau.com Jumat (10/9/2021) pagi.
Dijelaskannya, tanah dengan sampah merupakan komponen yang berbeda sehingga tidak bisa menyatu dan menyebabkan adanya rongga-rongga.
“Penjelasan ilmiahnya ada kelonggaran dan kelemahan kohesivitas massa antar zat nya dan terpisah satu sama lain, dimana sampah itu berbeda-beda kepadatannya. Pengurukan suatu tanah itu harus menggunakan tanah yang padat. Selain itu sampah anorganik tidak mudah terurai di dalam tanah, ketika terkena ombak maka akan berserakan dan ini yang akan menjadi masalah baru,” ujarnya.
“Intinya tanah dan sampah anorganik itu terdapat pori-pori atau ada ruang celah yang sifatnya itu tidak menyatu, kecuali sampah itu diolah terlebih dahulu jadi padatan baru bisa digunakan untuk keperluan lain seperti penimbunan. Yang jelas sampah anorganik tidak efektif untuk dijadikan penimbunan, kecuali diolah di Bank sampah dan dijadikan barang yang bisa dipakai kembali,” ujarnya lagi.
Begitu juga dengan batang Kelapa yang dijadikan penahannya juga dinilai tidak efektif. Dimana batang kelapa mempunyai bentuk yang bulat, sehingga memudahkan air untuk masuk melalui celahnya.
“Batang kelapa disusun untuk penahan sampah yang ditimbun juga tidak efektif. Batang kelapa yang bulat terdapat celah sehingga ketika digempur ombak maka air akan masuk melalui celahnya dan lama kelamaan akan renggang walaupun sudah dipadatkan,” ungkapnya.
Dijelaskan lagi, sampah yang dibuang dan ditimbun di tanah akan mengalami proses pembusukan atau dekomposisi. Selama proses itu akan terjadi proses yang menghasilkan Lindi atau air sampah.
Adapun senyawa organik di dalam Lindi memiliki konsentrasi yang sangat tinggi, hal ini berdampak pada turunnya kadar oksigen terlarut dalam air, sehingga kualitas air seperti ini dapat mematikan binatang air.
“Selain itu, sampah yang dibuang ke laut dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dan menjadi penyebab kematian binatang air yang terperangkap sampah plastik,” pungkasnya.
Sementara itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Meranti, Drs H Irmansyah yang dikonfirmasi via telepon mengatakan bahwa sampah yang digunakan tersebut adalah sampah organik.
“Sampah yang digunakan itu adalah sampah organik dan dicampur dengan tanah supaya padat dan memang ada sedikit tercampur dengan sampah non organik seperti plastik,” ujarnya
Dikatakan Irmansyah, kebijakan terkait hal ini merupakan sebuah inovasi yang nantinya akan menjadi pilot projects yang menyelesaikan dua masalah sekaligus.
“Ini namanya inovasi daerah terhadap dua masalah yang sangat urgen yakni masalah sampah yang menggunung dan masalah abrasi. Ini akan kita jadikan pilot project dan kajiannya sambil berjalan, kita pastikan sampah yang digunakan adalah sampah yang hampir terurai dan bisa menyatu dengan tanah, setelah itu batang kelapa yang kita gunakan itu kita timbun pinggirnya dengan tanah lumpur pantai tersebut,” ungkapnya.
Gerak cepat yang dilakukan Bupati mempunyai alasan tertentu, menurutnya jika harus menunggu bantuan penanganan dari pemerintah pusat sangat lama, sementara kondisi ini harus terselamatkan.
“Kalau kita menunggu bantuan pusat tentu tidak secepat yang kita bayangkan, memang kita sangat berharap perhatian pemerintah pusat karena kondisi abrasi yang terjadi di Meranti sangat parah, jadi saya mengambil langkah cepat dengan melakukan penimbunan menggunakan sampah,” kata Adil.
Apa yang disampaikan Bupati berbanding terbalik apa yang dilakukan oleh ketua DPRD Kepulauan Meranti, Ardiansyah. Melalui koordinasi yang cukup menguras waktu dan tenaga untuk menyelamatkan abrasi ini akhirnya membuahkan hasil, pembangunan batu pemecah gelombang itu akan dilaksanakan pembangunannya pada tahun 2022 dan 2023 untuk dua desa yakni Bantar dan Sonde masing-masing sepanjang 500 meter.
Sebelumnya, ketua DPRD itu juga telah mengajukan untuk pembangunan pengamanan pantai untuk dua titik yang saat ini sudah dikerjakan. Yakni di Desa Centai, Kecamatan Pulau Merbau dan Tanah Merah Kecamatan Rangsang Pesisir.
Sementara itu, dari pantauan langsung di lapangan, sampah yang digunakan untuk menimbun bekas abrasi di Desa Mekong tersebut adalah sampah anorganik berupa plastik dan bahan yang tidak mudah terurai dalam waktu yang sangat lama. Tak pelak bau menyengat pun sangat merangsang penciuman. (red)
Discussion about this post