BORGOLNEWS.COM, TELUKKUANTAN – Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtPA) termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan masalah global yang terkait Hak Asasi Manusia (HAM) dan ketimpangan gender.
Permasalahan ini masih menjadi fenomena “gunung es”. Di mana kasus KtPA dan TPPO yang teridentifikasi di pelayanan kesehatan dasar dan rujukan serta kepolisian, belum menggambarkan jumlah seluruh kasus yang ada di masyarakat. Hal tersebut disebabkan sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa kasus KtPA merupakan “aib” dan masalah “internal” dalam keluarga, yang tidak pantas diketahui orang lain.
Sedangkan kasus TPPO, sebagian besar masyarakat belum memahami tentang TPPO sehingga menganggap hal tersebut wajar dan tidak pantas dilaporkan. Apalagi jika pelaku merupakan keluarga sendiri, sehingga diselesaikan secara kekeluargaan.
Ini disampaikan Sekda Kuansing H Dedy Sambudi SKep SKM MKes saat membuka pelatihan pelayanan kesehatan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak (KtPA) serta tidak pidana perdagangan orang (TPPO), Kamis (3/8/2023) di Hotel Bono Pekanbaru.
Menurut Dedy Sambudi yang juga Plt Kepala Dinas Kesehatan Kuansing, pemerintah Indonesia terus berkomitmen untuk mengatasi permasalahan KtPA termasuk TPPO. Ini dapat dilihat dengan berbagai dukungan kebijakan terkait permasalahan tersebut. Antara lain: Undang-Undang nomor 7 tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women /CEDAW). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT). Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang mengatur hak korban untuk memperoleh rehabilitasi kesehatan dan sosial, pemulangan dan reintegrasi sosial apabila korban mengalami penderitaan fisik dan psikis. Dan yang terbaru Undang-undang nomor 12 tahun 2022 tentang kekerasan seksual.
Kementerian Kesehatan telah melakukan upaya peningkatan pelayanan kesehatan bagi korban KtPA melalui sosialisasi, pelatihan, orientasi secara berjenjang di 34 provinsi. Sejak tahun 2013 Kementerian Kesehatan berupaya melakukan integrasi kurikulum dan modul pelatihan KtP dan KtA. Upaya ini sesuai dengan adanya perubahan struktur organisasi sesuai dengan Permenkes No 64/ Menkes/ Per/ VIII/ 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.
Hal ini dilakukan untuk mendukung pengembangan puskesmas mampu tatalaksana pusat pelayanan (PP) – KtP dan PP-KtA yang telah dilaksanakan sejak tahun 2003 dan kedepannya akan diintegrasikan menjadi puskesmas mampu tata laksana PP-KtPA.
Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtPA), termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus dicegah. Oleh karena itu, negara menjamin perlindungan bagi setiap warga negara, termasuk perempuan dan anak agar mereka dapat hidup dengan rasa aman tanpa adanya kekerasan.
Sektor kesehatan mempunyai peran yang sangat besar dalam merespon kasus KtPA termasuk TPPO, dengan mengidentifikasi kasus kekerasan, memberikan pelayanan medis terhadap korban, melakukan rujukan baik medis, hukum, maupun sosial, serta upaya pencegahannya.
“Artinya, korban KtPA dan TPPO, punya hak mendapatkan pelayanan kesehatan,” kata Dedy Sambudi.
Dalam upaya pengembangan Puskesmas PP-KtPA dan rumah sakit yang memiliki unit Pusat Kesehatan Terpadu (PKT) atau Pusat Pelayanan Terpadu (PPT), perlu dilakukan peningkatan kemampuan tenaga kesehatan di puskesmas dan rumah sakit agar mampu tata laksana melalui pelatihan pelayanan kesehatan bagi korban KtPA, termasuk TPPO sesuai tujuan yang diharapkan.
Sekda Dedy Sambudi menyebutkan ketersediaan fasilitas kesehatan yang berkualitas dan mudah dijangkau korban menjadi penting, sehingga diperlukan percepatan pemerataan fasilitas kesehatan memiliki pelayanan KtPA dan TPPO. Minimal satu puskesmas di satu kecamatan.
Karena itu, diperlukan pelatihan pelayanan kesehatan bagi Korban KtPA dan TPPO dengan menggunakan kurikulum dan modul yang terakreditasi, sehingga dapat menghasilkan tenaga kesehatan yang kompeten dalam memberikan pelayanan bagi korban KtPA dan TPPO.***
Discussion about this post