BORGOLNEWS.COM – PEKANBARU/RIAU — Sidang perkara korupsi proyek pembangunan Jalan Duri-Sei. Pakning dengan terdakwa Bupati Bengkalis Non Aktif Amril Mukminin, kembali diperdengarkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru, Kamis (27/08/20).
Seperti biasa, perkara korupsi proyek Multiyears yang diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi sorotan publik hari ini. Pada sidang kali ini, Ketua Majelis Hakim Lilin Herlina, SH, MH menerima permohonan saksi Kasmarni, untuk menjadi saksi suaminya di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Secara virtual, saksi Kasmarni menyatakan, di awal sidang lanjutan korupsi proyek My tersebut, Kasmarni menyampaikan langsung pengunduran dirinya sebagai saksi.
“Izin yang mulia (majelis hakim), saya mengundurkan diri sebagai saksi, sehubungan dengan panggilan KPK tertanggal 24 agustus 2020 untuk persidangan sebagai saksi,” ucap Kasmarni dari sambungan aplikasi zoom.
Alasan mengundurkan diri sebagai saksi itu, menurut Kasmarni, yang menjadi pesakitan dalam perkara tersebut adalah suami sahnya, Amril Mukminin.
“Karena terdakwa adalah suami saya,” lanjutnya.
Hal itu, diterangkan Kasmarni, sebagaimana diatur dalam Pasal 168 KUHAP mengenai orang-orang yang tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi.
Adapun poinnya yakni, (a) keluarga sedarah atau semanda dalam garis lurus ke atas atau kebawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa. Lalu pada poin (b), saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga.
“Dan poin (c) suami atau isteri terdakwa maupun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa,” terang mantan Camat Pinggir yang saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Bupati Bengkalis.
“Tidak keberatan saksi mengundurkan diri sebagai saksi,” sebut JPU. Atas hal tersebut, majelis hakim yang dipimpin oleh Lilin Herlina SH MH, mengabulkan permintaan Kasmarni tersebut.
“Karena diatur dalam Undang-undang, maka kami kabulkan,” kata hakim menegaskan.
Setelah mendengarkan permohonan saksi, hakim dan jaksa KPK menerima mundurnya Kasmarni, istri tersangka korupsi Bupati Bengkalis non aktif, Amril MukminiN. Padahal Balon Bupati Bengkalis 2020 tersebut dihadirkan jaksa KPK sebagai saksi dalam pembuktian dakwaan kedua, terkait aliran dana Rp. 23,6 Miliar dari dua orang pengusaha sawit yang melibatkan Kasmarni sebagai penerima, baik langsung maupun melalui rekening pribadinya.
Hadirkan 2 Saksi dari Pengusaha
Selain Kasmarni, persidangan itu, Jaksa KPK juga menghadirkan 2 orang saksi lainnya, yakni Jonny Tjoa dan Adyanto. Keduanya merupakan pengusaha sawit yang memberikan uang kepada Amril Mukminin melalui Kasmarni. Jonny Tjoa mengaku tidak mengetahui kala itu Amril Mukminin sebagai anggota DPRD Bengkalis. Ia hanya mengetahui saat itu Amril Mukminin sebagai tokoh masyarakat.
“Saya tahunya dia (Amril) tokoh masyarakat. Itu tahun 2012. Saya punya PT di sana,” akunya Jonny.
Diakui, dirinya menemui Amril Mukminin dikarenakan saat itu banyak gangguan dan permasalahan yang terjadi di pabrik kelapa sawit miliknya.
“Sebelum pertemuan dengan Amril, banyak gangguan di sana,” kata Jonny.
Dalam pertemuan tersebut, lanjut Jonny, dirinya membicarakan mengenai permasalahan yang terjadi di sekitaran pabriknya. Ia juga membicarakan supaya terdakwa memfasilitasi tandan buah segar sawit masyarakat untuk masuk ke pabriknya.
“Ada perjanjian, setiap buah yang masuk itu ada fee Rp5 per kilo. Kita transfer melalui rekening atas nama Kasmarni,” jelasnya.
Fee perjanjian itu, disampaikan saksi, diserahkan ke Kasmarni berdasarkan arahan dari Amril Mukminin. Yang mana, pemberiannya dilakukan setiap bulannya.
“Setoran per bulan. Kalau dihitung sekitar 12 miliar lebih. Itu terhitung sejak 2013 sampai 2019. Uang disetor ke rekening Bank Cimb Niaga atas nama Kasmarni,” ucapnya.
Berbeda halnya dengan keterangan Adyanto. Ia menyampaikan, menyerahkan fee Rp5 per kilogram kepada Kasmarni secara tunai.
“Saya langsung kasih ke Buk Kasmarni secara tunai. Amril yang nyuruh. Setor per bulan, biasa ada Rp180 juta, ya gak tentu, sesuai bon yang masuk,” ungkap Adyanto.
Uang itu, lanjut dia, mulai diberikan kepada istri Amril Mukminin sejak tahun 2014 silam. Pemberian tersebut terhenti, setelah dirinya diperiksa oleh penyidik lembaga antirasuah pada Juli 2019.
“Terakhir setor setelah diperiksa KPK. Kalau ditotalkan sekitar Rp10 miliar lebih. Saya langsung setor tunai. Kadang Rp180 juta, tidak tentu. Kasmarni maupun Amril, tidak pernah keberatan,” akunya.
Aliran Dana Rp 23, 6 Miliar Harus Diusut
Terpisah, Praktisi hukum menilai dalam perkara dugaan korupsi proyek Multiyears Jalan Duri-Pakning ini selayaknya dicermati secara terpisah. Hal itu disampaikan R.Adnan, S.H., MH, Kamis, (27/08/20).
Menurut Dosen Hukum Acara Pidana Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Dharma Andigha Bogor, dan Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung ini, memang dalam aturannya saksi dapat mengundurkan diri oleh sesuatu pertimbangan.
“Namun dalam kasus ini, saksi Kasmarni sesuai dengan dakwaan Jaksa diduga terlibat menerima aliran dana sebesar Rp 23.6 M dari dua orang pengusaha sawit yang juga menjadi saksi dan mengakui terkait aliran dana tersebut,” kata R. Adnan heran.
Oleh karena itu, sebagai orang yang memahami hukum, dirinya tidak dapat memahami pertimbangan hakim yang mengabulkan permohonan mundurnya Kasmarni sebagai saksi.
“Dengan tidak berpikir buruk ya, ini ada sesuatu yang janggal. Kalau pendapat saya, dengan bukti yang ada, Kasmarni itu mestinya sudah jadi tersangka,” tegasnya.
Hal yang tak berbeda juga disampaikan oleh pakar hukum Dr. Nurul Huda. Menurut dosen Universitas Islam Riau (UIR) ini, perlu dipertanyakan apa yang menjadi pertimbangan hakim mengabulkan mundurnya saksi.
“Namun demikian, dengan mundurnya Kasmarni sebagai saksi, secara diam-dian Kasmarni mengakui dakwan Jaksa terkait aliran dana Rp.23.6 M dari pengusaha sawit tersebut,” kata Nurul Huda.
Atas pernyataanya tersebut, jaksa KPK Takdir Suhan SH menyampaikan, tidak keberataan terhadap permohonan Kasmarni itu.(rls/red)
Discussion about this post