BORGOLNEWS.COM – PEKANBARU/RIAU – Kinerja Kejaksaan Tinggi Riau akhir-akhir ini, dinilai sudah semakin ‘kendur’ untuk menunjukkan Full Power atau kekuatannya dalam upaya pemberantasan pidana korupsi di Riau.
Padahal keteguhan atau janji dan komitmen Kepala Kejaksaan Tinggi Riau yang saat ini dijabat oleh Hj Mia Amiati SH, sempat kencang dalam membuka tabir kasus dugaan korupsi di bumi julukan “Lancang Kuning selama ini.
Anehnya belakangan upaya penegakan hukum terhadap kasus rasua itu, terkesan melempem dan dinilai sudah ‘masuk angin’ bahkan mengarah ke pengaburan kasus.
Salah satu seperti dalam penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan Video Wall Pemerintah Kota Pekanbaru, dimana Aspidsus Kejati Riau melalui Hilman Azazi menghentikan Perkara kasus korupsi tersebut, meskii sudah ada penetapan tersangka.
“Ini adalah bukti bahwa kepimpinan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau ibu Mia Amiati yang seakan tidak mampu menindak pelaku koruptor di provinsi Riau,” kata Pegiat anti korupsi LSM Barisan Rakyat Anti Korupsi (Bara Api) Provinsi Riau Jackson Sihombing kepada awak media pada Selasa (1/9/2020) di Pekanbaru.
Menurut Jackson berdasarakan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 dalam pasal 4 bahwa Pengembalian kerugian keuangan Negara atau Perekonomian negara tidak menghapuskan sanksi pidana pelaku Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3, itu acuan penegak hukum agar tidak suka suka menghentikan perkara korupsi.
“Pelaku bisa dibuktikan dari niat jahat (Mans rea) ada niat berbuat lalu ketahuan, pelaku mengembalikan yang dicuri, bukan berarti menghapus pidananya. Kalau begini hukum semakin kerdil dilihat masyarakat,” ujar Hombing sapaan akrabnya.
Berdasarkan catatan perjalanan Kejati Riau yang saat ini dipimpin Dr Mia Amiati SH MH lanjut Jackson, dinilai cukup sumringah pasca keluarnya Surat Keputusan Jaksa Agung RI Nomor: KEP -372/A/JA/12/2019 yang ditandatangani oleh Jaksa Agung RI tertanggal 16 Desember 2016 lalu.
Apalagi Kepala Kejaksaan Tinggi Riau pernah menyatakan sikap untuk siap memberantas penyalahgunaan keuangan negara. Namun belakangan lantaran banyaknya pelik ditubuh adhyaksa itu, yang diawali persoalan Kejari Rengat yang diduga terlibat pemerasan Kepala sekolah dan ‘dilepas’ nya tersangka korupsi HT dan RD pada dugaan korupsi UNBK menjadi Tahanan Kota, menambah kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum korupsi di Kejaksaan Tinggi Riau.
“Banyak ucapan manis yang didengar saat pertama kali Ibu Mia Amiati menjabat sebagai pimpinan Adhyaksa di provinsi Riau saat itu. Apalagi semenjak ada pernyataannya tidak akan tebang pilih dalam upaya penegakan hukum dan korupsi di Riau, namun itu hanya sebuah ucapan dibibir saja, maklum lah namanya juga Ibu Ibu,” tukas Hombing.
Selain itu, Jackson Sihombing juga menyinggung beberapa laporan dugaan korupsi yang telah dilaporkan sejak lama kepada pihak Kejati Riau, yaitu terkait proyek peningkatan Jalan Dalam Kota Kecamatan Bandar Sei Kijang – Jalan Kas Desa – Jalan SMPN 3- Jalan Lingkar Astaka Kecamatan Bandar Sei Kijang Kabupaten Pelalawan.
“Proyek tersebut bernilai proyek Rp 4 miliar lebih dari APBD Pelalawan T.A 2016 yang dikerjakan oleh PT Semangat Hasrat Jaya selaku kontraktor pelaksana,” beber Jackson.
Kemudian lanjut Jackson, dugaan korupsi pada kegiatan Pembangunan Jalan Simpang Bunut – Teluk Meranti (DAK) di Kabupaten Pelalawan, yang diselenggarakan Dinas PUPR Riau dalam APBD Riau T.A 2017. Pekerjaan tersebut dilaksanakan PT Trifa Abadi selaku kontraktor pelaksana dengan nilai proyek Rp44. 871.879.509.
Selanjutnya, adalah paket proyek Pembangunan Jalan Simpang Bunut- Teluk Meranti di Kabupaten Pelalawan senilai Rp 64.947. 273.965,- yang dikerjakan oleh PT Riau Sepadan – Trifa Abadi sebagai kontraktor pelaksana yang diselenggarakan Dinas PUPR Provinsi Riau dari APBD Riau T.A 2017.
Keempat, adalah kegiatan Pembangunan Jalan Simpang Bunut – Teluk Meranti – Sebekek di Kabupaten Pelalawan yang diselenggarakan oleh Dinas PUPR Riau dan dikerjakan oleh PT Trifa Abadi dengan senilai Rp 33.748.731.738 dari APBD Riau T.A 2018.
“Hingga kini laporan kami belum ada jawaban, laporan terakhir dugaan korupsi pengadaan Aplikasi Sistem Informasi Peningkatan dan Monitoring SMA Negeri Berbasis IT dan Perangkat Pedukung T.A 2018 di Dinas Pendidikan Provinsi Riau sepertinya didiamkan, Kejati Riau belum ada melakukan pemeriksaan berkelanjutan terhadap Ahyu Suhendra selaku PPK Pengadaan tersebut, laporan korupsi banyak “Tenggelam” sebaiknya Ibu Mia sudah layak diganti, Prestasinya Nol,” pungkas Hombing.
Terpisah, Kasi Penkum Kejati Riau Muspidauan SH mengatakan pihaknya saat ini masih tetap serius menangani dugaan korupsi di Riau, termasuk laporan masyarakat dan rekan-rekan LSM selama ini.
Namun lantaran banyaknya laporan tersebut, sementara tenaga penyelidik atau penyidik di Kejati Riau masih terbatas, sehingga menyulitkan pihaknya untuk menuntuskan dugaan korupsi tersebut.
“Kami masih tetap serius menanganan dugaan korupsi di Riau saat ini, karena hal tersebut sudah bagian tugas dan fungsi kami. Tapi kalau ada masalah laporan korupsi dari masyarakat atau LSM, bukan berarti kami tidak tindaklanjuti, sebab setiap laporan tersebut perlu kami telaah dan pelajari dulu,” ujar Muspidauan.
Disinggung soal adanya laporan LSM Bara Api Provinsi Riau terkait dugaan korupsi pada pelaksanaan proyek di Pelalawan dan PUPR Provinsi Riau dan Disdik Riau, Muspidaun mengaku belum mengetahui adanya laporan tersebut, akan tetapi dirinya akan berjanji akan mencek laporan LSM Bara Api tersebut.
“Kalau soal laporan LSM saya belum lihat berkasnya, coba saya cek dululah ya. Mudah-mudahan bisa ketemu dan saya sampaikan informasinya nanti,” singkat Muspidauan.
Reporter Suriani Sumber Jhek
Discussion about this post