BORGOLNEWS.COM, JAKARTA – Proses transisi Blok Rokan, Riau dari PT CPI (Chevron Pacific Indonesia) ke PT Pertamina (Persero) terkendala pembangkit listrik. Padahal, masa transisi tersebut tengah memasuki 100 hari yang krusial.
“Seratus hari itu tidak lama, lho! Pertamina tidak boleh gegabah, harus mengambil langkah cepat,” kata Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Achmad dalam rilis yang diterima awak media pada Sabtu (1/5/2021).
Sejauh ini, kata Achmad, kebutuhan listrik di sana dipasok oleh PT MTCN (Mandau Cipta Tenaga Nusantara). Masalahnya, “Kan PT Mandau yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh SCL (Chevron Standar Limited), tidak mau menyerahkan begitu saja pembangkitnya,” ujar Achmad.
“Kalau memang bisa, Pertamina duduk bersama dulu dengan PT Mandau, ambil kesepakatan yang tidak merugikan kedua belah pihak. Jika akhirnya mentok, baru cari plan lain sebelum masa transisi itu tiba (usai, red),” tandasnya.
Achmad yang mantan Bupati Rokan Hulu dua periode ini mengatakan, PT Pertamina (Persero) sebagai pemegang kendali akuisisi atas Blok Rokan dari PT CPI (Chevron Pasific Indonesia) juga diminta memperhatikan problem lain yang saat ini dialami Provinsi Riau.
“Misalnya infrastruktur, ini juga penting. Seperti jalan yang selama ini menjadi beban provinsi dan kebetulan melintas di kawasan Blok Rokan hingga kini juga belum terselesaikan,” tandasnya.
Ia berharap dengan produksi minyak dari Blok Rokan ini dapat dimaksimalkan untuk mensejahterakan masyarakat Riau. Sebab, kata Achmad, pendapatan daerah Riau sangat bergantung pada bagi hasil Migas. “Kalau misalnya bagi hasil Migas seadanya, tentu Riau akan kesulitan, Blok Rokan ini merupakan blok minyak terbesar di Indonesia dengan luas 6.220 kilometer persegi yang tentunya juga harus bisa mensejahterkan masyarakat di 5 kabupaten di Riau, yaitu Bengkalis, Siak, Kampar, Rokan Hulu dan Rokan Hilir,” kata Achmad.
Blok Rokan ini, kata Achmad memiliki 96 lapangan, di mana tiga lapangan berpotensi menghasilkan minyak sangat baik yaitu Duri, Minas dan Bekasap.
“Potensi Lapangan Duri pertama kali ditemukan tahun 1941 dan produksi pertamanya terjadi pada tahun 1951 di bawah pengelolaan Caltex yang kemudian berlanjut di bawah nama PT Chevron Pacific Indonesia hingga tahun 2021,” paparnya.
Sektor Migas, kata Achmad, masih menjadi revenue generator, meski menempati posisi penyumbang kedua terbesar di APBN setelah pajak, namun sejatinya dari migaslah, Indonesia mendorong perputaran mesin perekonomiannya, bahkan (politiknya).
“Kita berharap Pertamina Hulu Rokan akan memberi yang terbaik bagi Provinsi Riau dan Indonesia pada umumnya,” pungkasnya. (red)
Sumber goriau.com
Discussion about this post