BORGOLNEWS.COM, PEKANBARU – Merasa kurang dihargai oleh PT. Gandaerah Hendan (GH) yang diduga merampas tanah ulayat yang disebut Dewan Pemangku Adat, Pemuda Dan Masyarakat Desa Redang Seko (Dewan Pakar), di Kecamatan Lirik Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau, sudah melakukan penuntutan terhadap PT. GH, yang mana tuntutan tersebut atas dasar hak masyarakat agar lahan yang dulu nya adalah lahan persawahan, tapi saat ini sudah dikuasai oleh perusahaan yang bergerak di bidang Perkebunan Kelapa Sawit yaitu PT Gandaerah hendana (PT GH).
Sementara tanah Ulayat di atur di Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dalam Pasal 1 diatur mengenai hak bangsa, Pasal 2 mengenai hak menguasai negara dan Pasal 3 UUPA yang menyatakan bahwa pelaksanaan hak ulayat diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”). Jadi, inilah yang menjadi dasar bagi pengaturan tanah ulayat dan di perkuat dalam Perlindungan hukum bagi pemegang hak adat atas tanah ulayat tidak lepas dari ketentuan Pasal 18 ayat (2) UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tegas negara mengakui dan memberikan pengakuan dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat termasuk hak-hak tradisionalnya.
Sampai saat ini masyarakat adat yang mengatas namakan Dewan Pakar yang mana sampai saat ini tidak ada sama sekali seperti menghargai Masyarakat Desa Redang Seko, sehingga dalam tuntutannya masyarakat melalui Ketua Dewan pakar Datuk Jatim dan korlapnya Bujang P serta Mulyadi, menuntut PT. Gandaerah Hendana agar segera mengembalikan hak-hak masyarakat,
“ Kami minta kepada PT. GH agar mengembalikan hak-hak masyarakat sebagai berikut:
1. Agar PT. GH Melepaskan dan mengembalikan lahan hak kami dan anak cucu kami seluas lebih kurang 5000 Ha, karena itu diluar ijin HGU PT. GH Selain itu, harus /wajib membangun dan memfasilitasi kebun sistem KKPA / PIR seluas minimal : 20% dari luas keseluruhan HGU. lebih kurang 11.000 Ha sebagai mana salah satu syarat permohonan HGU.
2. Tanah ini adalah Hak Ulayat kami karena tanah itu adalah tanah bekas persawahan para datuk kami sejak tahun 1980.
3. Kami tidak pernah mengakui dan menguasakan atas hak kami kepada kelompok Tani Jagat Merah Putih karena kelompok tani tersebut diluar Desa Redang Seko dan diduga tanpa legalitas.
4. Di atas Tanah ini banyak Makam para Datuk dan orang tua kami, untuk itu PT. GH agar secepatnya mengembalikan dan menyerah kan hak kami.
5. Dengan dirampasnya hak kami sama halnya memutus kelangsungan hidup kami dan anak cucu kami.” Seru Datuk Jatim.
Demi ditemukannya keadilan masyarakat Dewan pakar memilih B. Fransisco Butar Butar SH, untuk pendampingan Hukum Masyarakat adat dan Kuasa hukum, sudah memberikan surat somasi ke Perusahaan PT. GH tersebut supaya memberi hak-hak masyarakat dan keadilan demi berjalanya kelangsungan hidup masyarakat adat.
Melalui Surat kuasa Nomor : 389/LGL/GH-PKU/IX/2022, PT.GH member kuasa kepada Asep Ruhiat, S.Ag, S.H., M.H, Dan kawan-kawan, membalas somasi yang diberikan B. Fransisco Butar Butar, S.H., bernomor 442/T-AR/X/2022, Hari Kamis, 13 Oktober 2022 yang ditujukan langsung kepada B. Fransisco Butar Butar, dalam tanggapan somasi yang ditanda tangani oleh empat belas pengacara (14) namun jawaban somasi diduga tidak sesuai dengan tuntutan malah hanya menanyakan legalitas Masyarakat yang di sebut dengan Dewan Pemangku Adat, Dewan Pakar dan tidak sedikitpun menyangkut jawaban dari somasi.
Ketika dikonfirmasi Luki Sinaga yang menjabat sebagai humas PT. GH, melalui nomor seluler dengan Nomor 0822-8675-XXXX, selasa,18/10/2022, mengakui bahwa ada somasi dari kuasa hukum masyarakat yang mengatas namakan dewan Pemangku Adat, Dewan Pakar, namun beliau tidak bias member komentar dan Luki juga mengatakan semua mengikuti proses dan sudah di serahkan kepada kuasa hukum PT. GH,
“ ya, surat somasinya sudah dibalas oleh kuasa hukum PT. GH dan saya tidak bias memberi komentar, kalau konfirmasi dating aja ke kantor, karena saya lagi di Polres.” Ucap Luki.
Dalam waktu yang berbeda media ini juga menkonfirmasi B. Fransisco Butar Butar, S.H. sebagaai kuasa hukum masyarakat membenarkan ada mengakui bahwa sanya sudah dua (2) kali mengirimkan somasi ke PT. GH dan bahkan sudah mendatangi tempat Kejadian Perkara (TKP) dengan di damping oleh pemangku adat atau masyarakat.
“ Hal itu memang benar karena saya sudah mengirimkan surat somasi sampai dua kali ke pada perusahaan PT. GH, tanggal 5 Oktober 2022 dan tanggal 11 Oktober 2022, tentunya berdasarkan surat kuasa yang diberikan masyarakat adat yang mana tanah ulayat mereka dirampas oleh PT. GH, tempat tumpuan hidup masyarakat dalam bertani (sawah) sejak Ninik mamak meraka, hal-hal yg di sampaikan oleh client Dewan Pemangku Adat, Pemuda Dan Masyarakat dan saya juga telah menerima tanggapan somasi melalui WhatsApp, yang sifatnya tidak solutif dan kooperatif terlihat dari jawaban somasi tersebut.” Tutur Butar Butar Mengakhiri. (red)
Editor,Sur
Discussion about this post