BORGOLNEWS.COM, PEKANBARU– Nama Sujono dan Walikota Pekanbaru, Firdaus ST MT di pusaran berita yang melibatkan lahan 200 hektar di kecamatan Rumbai Barat, spontan mengemuka ke publik, dengan isu diduga ada praktik “mafia tanah” dengan pemalsuan surat-surat dibalik penguasaan tanah oleh Sujono dengan melibatkan walikota Pekanbaru, Firdaus ST MT, sebagaimana dilansir media seputarriau.com.
Baru-baru ini oleh tim Polda Sumut dengan sangkaan penipuan diatas lahan H Sulaiman di kecamatan Rumbai Barat pekanbaru, adalah Sujono resmi ditangkap dan digelandang ke mapolda Sumut, hingga saat ini belum diketahui perkembangan penyidikan kasus tersebut, namun awak media ini telah melayangkan surat konfirmasi elektronik ke bidang humas Polda Sumut, namun sampai saat ini Polda Sumut belum memberikan respon.
Belakangan oleh kuasa hukum H Sulaiman, yakni Nouvendi, SH, kepada awak media mengatakan, pihaknya telah memiliki alat bukti terkait keterlibatan beberapa pihak dalam memuluskan aksi penguasaan lahan dengan modus pemalsuan surat-surat, termasuk ada nama Walikota Pekanbaru, Camat, lurah dan lainya, dimana dalam waktu dekat disebut Nouvendi dalam pemberitaan media online, akan melaporkan hal itu kepada kepolisian.
“Kami telah mengantongi bukti adanya dugaan keterlibatan Walikota dalam mempermudah Tersangka SJ membuat surat-surat atas tanah yang diserobotnya, bahkan informasinya Walikota sampai mengganti Camat dan Lurah yang tidak mau mempermudah penerbitan surat-surat tanah palsu milik Tersangka SJ,” jelas Nouvendi, dilansir dari media online seputarriau.co (3/10/2021).
Namun atas pemberitaan ini, kabarnya Walikota Pekanbaru Dr Firdaus ST MT, membantah pernyataan tersebut melalui kabid Kominfo kota Pekanbaru, Mawardi, dengan mengatakan bahwa walikota Pekanbaru tidak benar ada bertindak sebagai backing atau terlibat soal pemalsuan surat-surat atau penguasaan lahan oleh Sujono, melainkan kehadiran Walikota Pekanbaru di lahan tersebut adalah Undangan dari petani Porang.
,”Jadi tidak benar bahwa walikota Pekanbaru Dr Firdaus ST MT sebagaiamana disebut atau diberitakan terlibat memuluskan aksi pemalsuan surat-surat, atau bersekongkol dengan Sujono dalam menguasai tanah di kecamatan Rumbai Barat itu, karena terkait dengan penguasaan lahan itu, oleh Sujono, semua ada bukti dokumen resmi bahwa lahan tersebut di beli secara resmi,” kata Mawardi sembari memperlihatkan beberapa dokumen tanah yang di siapkan di meja kerjanya.
Selain itu, untuk memperoleh informasi yang valid dan akurat terkait isu adanya praktik mafia tanah di kecamatan Rumbai Barat oleh Sujono dengan melibatkan walikota Pekanbaru Dr Firdaus ST MT, dengan tuduhan adanya perbuatan memalsukan surat-surat di tingkat kecamatan dan kelurahan sebagaimana disampaikan oleh Nouvendi SH dalam pernyataannya di media-media, awak media ini pun melakukan investigasi ke kantor camat Rumbai Barat, dan menemui RW 05 Rumbai Barat dan 2 orang saksi kunci yang sangat mengetahui sejarah penguasaan 200 hektar lahan tersebut, hingga akhirnya menuai permasalahan yang bermuara pada penahanan Sujono di Polda Sumut.
Dari penelusuran penulis, camat Rumbai Barat, Yasrul Hanip, saat di wawancara di ruang kerjanya mengatakan, pertama bahwa dirinya tidak mengetahui persis permasalahan yang terjadi karena bukan masa jabatannya, namun berdasarkan pemeriksaan pada kearsipan yang ada, ia mengatakan terkait sistem administrasi jual beli tanah 200 hektar di kecamatan Rumbai Barat semua terbukukan dengan baik dan tidak ada unsur kejanggalan sebagaimana disampaikan pihak kuasa hukum H Sulaiman.
,”Ini adalah bukti surat-surat kepemilikan lahan tersebut, semua ada lampiran bukti mulai dari surat SKT 100 buah surat atas nama H Sulaiman, survey sejak tahun 2008 lalu, kwitansi, dan foto-foto pengukuran tanah, dan tanda-tanda tangan para pihak yang bersepakat untuk jual beli lahan itu, sehingga jika disebut ada mafia tanah disini, menurut saya itu tidak benar, dan berita bohong,” sebut Yasrul Hanip kepada aktualdetik.com.
Menurutnya, melibatkan walikota Pekanbaru Dr Firdaus ST MT dalam perkara H Sulaiman dengan Sujono yang saat ini bermasalah hukum di Polda Sumut adalah sesuatu yang keliru, sebab, walikota Pekanbaru adalah Pemerintah yang harus selalu bersedia jika di undang oleh masyarakat, sebagaiamana dalam rangka penanaman Porang baru-baru ini.
,”Beliau kan walikota, jika di undang tentulah beliau harus hadir untuk memberikan support bagi petani kita, konon saat ini ada instruksi presiden RI Joko Widodo untuk mengelola semua lahan-lahan tidur yang ada, guna memberikan nilai tambah ekonomi sektor pertanian, khususnya pada situasi pandemi Covid 19 ini, sehingga tidak benar ada persekongkolan atau mufakat jahat, ” kata Yasrul Hanip.
Namun Yasrul kemudian menambahkan, bahwa kepemilikan lahan 200 hektar itu tidak semuanya dikuasai oleh Sujono, tetapi sebagian di miliki oleh Amir, hanya Yasrul lagi-lagi tidak mengetahui persis, berapa luasan masing-masing yang di kuasai kedua belah pihak, dengan alasan dirinya baru menjabat belakangan, jauh dari sejarah yang kini sedang bermasalah.
,”Seperti saya katakan saya belum menjabat pada saat itu, sehingga tidak mengetahui persis soal pembagian antara Sujono dan Amir, namun sebagian lahan itu berada di wilayah kelurahan Palas sekitar 50 hektar,” sebut Yasrul.
Disisi lain, menurut keterangan bapak Hasibuan, selaku RW yang mengetahui koronologis lahan 200 hektar di wilayah permasalahan tersebut, mengatakan, dirinya saat menanda tangani berkas-berkas yang di suguhkan tidak menemukan adanya permasalahan, karena semua disebutkanya memenuhi persyaratan yang harus dipenuhi agar RW melakukan penandatanganan.
,”Saya tidak melihat adanya soal mafia tanah disitu, yang saya tahu adalah, saat ada jual beli antara H Sulaiman dengan Sujono, seluas 200 hektar, disitu ada SKT, ada dokumen lengkap, ada kwitansi, dan lainnya, sehingga kewajiban saya lah untuk menanda tangani berkas-berkas itu, ” sebut Hasibuan dilansir dari aktualdetik.com.
Menurutnya, apa yang saat ini di alami oleh Sujono merupakan perselisihan soal bisnis diatas lahan tersebut, itu pun di akuinya diperoleh dari Pemberitaan di media-media.
Sisi yang berbeda adalah terkait pernyataan Firdaus. Firdaus adalah seorang warga kecamatan Rumbai Barat, mengaku termasuk saksi kunci dalam soal sejarah lahan seluas 200 hektar, yang belakangan menjadi persoalan hukum, antara Sujono dan H Sulaiman. Menurutnya lahan itu dibeli oleh Amir, disaksikan olehnya, sehingga Firdaus membantah dengan tegas bahwa ada proses pemalsuan atas penerbitan surat-surat lahan tersebut. Namun Firdaus mengatakan, terkait Sujono ia tidak mengetahui hubungannya dengan Amir.
,”Pada tahun 2008 saya ikut mengukur lahan yang saat itu bermasalah dengan Kampar, dan akhirnya, Amir membeli lahan itu, dari H Sulaiman, jadi itu lah yang benar dan saya ketahui. Untuk ini saya bersedia dipanggil sebagai saksi,” sebutnya.
Berdasarkan pengakuan seorang saksi kunci lainnya, Cairul Amri, yang juga warga kecamatan Rumbai Barat mengatakan, bahwa asal usul tanah sangat jelas, yaitu berawal dari orang tua H Sulaiman, pada tahun 2008 anak H Sulaiman, Reza, kemudian menunjuk areal lahan yang akan di jual kepada Amir, di kecamatan Rumbai. Selanjutnya disebutkan Cairul, bahwa pada tahun 2017 mulailah tanah di kerjakan, dan pada saat itu Amir, pemilik lahan mengadakan perjanjian kerjasama dengan Sujono, namun lagi-lagi Cairul juga mengaku tidak mengetahui perihal isi perjanjian keduanya.
,”Gak mungkin ada rekayasa apapun, saya sendiri saksi kunci dalam sejarahnya, semau terjadi secara jual beli oleh H Sulaiman kepada Amir. Amir ini tinggal di kota Binjai Sumatera Utara, dia kenal baik dengan Sujono, terjadilah kerjasama bisnis antara mereka dalam pembersihan lahan, namun seperti apa dan bagaimana itu bisa mengarah pada Permasalahan hukum, saya tidak tahu,” urai Cairul Amri. (red)
Discussion about this post