BORGOLNEWS.COM, JAKARTA – Sidang perdana terdakwa Ferdy Sambo untuk kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J digelar pada Senin (17/10/2022).
Persidangan diselenggarakan dengan agenda pembacaan dakwaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sekaligus obstruction of justice atau tindakan menghalangi penyidikan kasus kematian Yosua.
Dalam perkara pembunuhan berencana, Sambo disangkakan melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.
Sementara, dalam perkara obstruction of justice, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) itu diancam pidana Pasal 221 Ayat (1) ke-2 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Berikut rangkuman sidang dakwaan Ferdy Sambo.
1. Berawal dari klaim pelecehan Cerita bermula dari klaim pelecehan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Putri mengaku dilecehkan oleh Brigadir J di rumah Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Saat itu, Sambo berada di Jakarta. Putri lantas menelepon suaminya pada Jumat (8/7/2022) dini hari. Sambil menangis, dia mengaku dilecehkan oleh Brigadir J.
“Saksi Ferdy Sambo yang sedang berada di Jakarta pada hari Jumat dini hari tanggal 8 Juli 2022 menerima telepon dari terdakwa Putri Candrawathi yang sedang berada di rumah Magelang sambil menangis berbicara dengan saksi Ferdy Sambo,” kata jaksa.
“Bahwa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat selaku ajudan saksi Ferdy Sambo yang ditugaskan untuk mengurus segala keperluan terdakwa Putri Candrawathi telah masuk ke kamar pribadi terdakwa Putri Candrawathi dan melakukan perbuatan kurang ajar terhadap terdakwa Putri Candrawathi,” tuturnya.
Mendengar cerita istrinya, Sambo seketika marah ke Yosua. Namun, Putri meminta suaminya untuk tidak menghubungi siapa pun terkait peristiwa ini.
Putri mengaku takut akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan lantaran Brigadir J punya senjata. Selain itu, tubuh Brigadir J juga lebih besar dibandingkan ajudan-ajudan lain yang saat itu mendampingi Putri di rumah Magelang.
“Saksi Ferdy Sambo menyetujui permintaan terdakwa Putri Candrawathi tersebut dan terdakwa Putei Candrawathi meminta pulang ke Jakarta dan akan menceritakan peristiwa yang dialaminya di Magelang setelah tiba di Jakarta,” ucap jaksa.
Pagi harinya, Putri bersama Brigadir J, Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma’ruf bertolak dari Magelang kembali ke Jakarta. Setibanya rombongan di Ibu Kota, Sambo merencanakan pembunuhan terhadap Yosua.
2. Suruh Ricky, lalu Richard
Perencanaan pembunuhan disusun di rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Mulanya, Sambo meminta Ricky Rizal atau Bripka RR untuk menembak Yosua. Namun, Ricky menolak karena mengaku tak kuat mental jika harus menembak Yosua.
Mendengar penolakan itu, Sambo memerintahkan Richard Eliezer. Menurut jaksa, Richard langsung menyatakan kesediaannya.
“Terdakwa Ferdy Sambo mengutarakan niat jahatnya dengan bertanya kepada saksi Richard Elizer Pudihang Lumiu, ‘berani kamu tembak Yosua?’,” kata jaksa.
“Atas pertanyaan terdakwa Ferdy Sambo tersebut lalu saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu menyatakan kesediaannya ‘siap komandan’,” lanjutnya.
3. Eksekusi Brigadir J
Jaksa juga mengungkap detik-detik penembakan Brigadir J di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) sore.
Mulanya, di ruang tengah lantai satu rumah itu, telah berkumpul Sambo bersama Richard Eliezer, dan Kuat Ma’ruf.
Oleh Sambo, Kuat diperintahkan untuk memanggil Bripka RR dan Yosua untuk masuk ke rumah. Keduanya pun menurut.
Begitu Yosua masuk ke ruangan itu, Sambo seketika memegang leher bagian belakang dan mendorongnya.
“Terdakwa Ferdy Sambo langsung memegang leher bagian belakang korban Nofriansyah Yosua Hutabarat lalu mendorong korban Nofriansyah Yosua Hutabarat ke depan sehingga posisi korban Nofriansyah Yosua Hutabarat tepat berada di depan tangga dengan posisi berhadapan dengan terdakwa Ferdy Sambo,” kata jaksa.
Usai mendorong Yosua, Sambo memerintahkan Brigadir J berjongkok. Yosua dengan keadaan bingung menuruti perintah Sambo.
“Terdakwa Ferdy Sambo langsung mengatakan kepada korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan perkataan ‘jongkok kamu!’,” ungkap jaksa.
“Lalu korban Nofriansyah Yosua Hutabarat sambil mengangkat kedua tangannya menghadap ke depan sejajar dengan dada sempat mundur sedikit sebagai tanda penyerahan diri dan berkata ‘ada apa ini?’,” lanjutnya.
Tak menjawab pertanyaan Brigadir J, Sambo langsung memerintahkan Richard Eliezer menembak Yosua.
“Woi! Kau tembak! Kau tembak cepat! Cepat woi kau tembak!!” kata jaksa memperagakan perkataan Sambo.
Bharada E yang sebelumnya telah menyatakan kesanggupannya untuk menembak Yosua lantas mengarahkan senjata api Glock-17 ke arah Brigadir J.
Dia menembakkan senjata api miliknya itu sebanyak 3 atau 4 kali hingga Yosua terjatuh dan terkapar mengeluarkan banyak darah.
Yosua tak seketika tewas. Mengetahui itu, Sambo menembakkan pistol ke bagian belakang kepala Yosua hingga dia dipastikan tak bernyawa.
“Untuk memastikan benar-benar tidak bernyawa lagi, terdakwa Ferdy Sambo yang sudah memakai sarung tangan hitam menggenggam senjata api dan menembak sebanyak satu kali mengenai tepat kepala bagian belakang sisi kiri korban Nofriansyah Yosua Hutabarat hingga korban meninggal dunia,” kata jaksa.
Setelahnya, Sambo menyentuhkan tangan Yosua ke pistol milik anak buahnya itu. Dengan mengenakan sarung tangan hitam, Sambo menembakkan pistol itu beberapa kali ke dinding rumah.
Ini dilakukan demi menguatkan rekayasa baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada E yang telah Sambo skenariokan.
4. Janjikan uang
Setelah penembakan, Sambo menjanjikan sejumlah uang ke Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.
Uang itu sempat diberikan dua hari setelah eksekusi Brigadir J atau 10 Juli 2022 di ruang kerja Sambo di rumah pribadinya di Jalan Saguling, sebelum akhirnya diambil kembali.
“Terdakwa Ferdy Sambo memberikan amplop warna putih yang berisikan mata uang asing atau dolar kepada saksi Ricky Rizal Wibowo dan saksi Kuat Ma’ruf dengan nilainya masing-masing setara dengan Rp 500 juta. Sedangkan saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan nilai setara Rp 1 miliar,” kata jaksa.
“Amplop yang berisikan uang tersebut diambil kembali oleh terdakwa Ferdy Sambo dengan janji akan diserahkan pada bulan Agustus 2022 apabila kondisi sudah aman,” ucap jaksa.
Kendati menarik uang kembali tersebut, Sambo memberikan ponsel merek Iphone 13 Pro Max ke anak buahnya sebagai hadiah untuk mengganti ponsel lama mereka yang telah dirusak atau dihilangkan.
“Kemudian saat itu saksi Putri Candrawati selaku istri terdakwa Ferdy Sambo mengucapkan terima kasih kepada saksi Ricky Rizal Wibowo, saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu, dan saksi Kuat Ma’ruf,” kata jaksa.
5. Rusak CCTV
Tak hanya didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua, Sambo juga didakwa menghalang-halangi penyidikan atau obstruction of justice dalam kasus kematian Brigadir J.
Mantan jenderal bintang dua Polri itu memerintahkan anak buahnya merusak bukti berupa rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan dengan cara mengganti DVR, juga menghapus file rekaman CCTV.
Sambo juga sempat mewanti-wanti anak buahnya yang mengetahui isi dari rekaman CCTV asli di rumah dinasnya tak membocorkan rekaman tersebut.
“Kemudian terdakwa Ferdy Sambo meminta saksi Arif Rachman Arifin untuk menghapus dan memusnahkan file tersebut dengan kalimat ‘kamu musnahkan’ dan ‘hapus semuanya’,” ujar jaksa.
6. Keberatan
Mendengar dakwaan jaksa itu, Sambo mengajukan keberatan melalui tim kuasa hukumnya.
Dalam surat eksepsinya, Sambo dan tim kuasa hukum menilai bahwa surat dakwaan jaksa tidak terang atau obscuur libel. Mereka menilai bahwa dakwaan itu hanya didasarkan pada satu keterangan saksi.
Salah satu kronologi peristiwa dalam surat dakwaan yang dianggap hanya bersumber dari keterangan satu saksi terkait perintah Sambo menembak Brigadir J.
“Uraian tersebut di atas yang disusun dalam surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum hanya didasarkan pada satu keterangan saksi saja yaitu saksi Richard Eliezer Pudihang Lumia yang telah melakukan 4 kali perubahan Berita Acara Pemeriksaan,” ujar pengacara Sambo, Bobby Rahmad dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022).
“Penuntut Umum menggunakan keterangan satu saksi ini tanpa memperhatikan kesesuaian dengan keterangan saksi dan alat bukti lainnya” katanya melanjutkan.
Menurut Bobby, dakwaan tersebut membuat jalannya sidang perkara akan bias dan tendensius serta merugikan kepentingan hukum Ferdy Sambo.
Untuk menguatkan hipotesis tersebut, tim kuasa hukum Sambo mengutip kronologi dalam surat dakwaan soal keterangan Richard Eliezer yang menyebut bahwa Sambo memerintahkan Bharada E cepat-cepat menembak Yosua.
Bobby mengatakan, dalil bahwa Sambo memerintahkan Bharada E menembak hanya muncul dalam BAP Bharada E.
“Sementara, dalam BAP Terdakwa (butir 6 halaman 3 BAP Tambahan tanggal 08 September 2022) dan BAP Saksi Kuat Ma’ruf (butir 5 halaman 8 BAP Tambahan tanggal 08 September 2022) yang saling bersesuaian, tindakan yang diinstruksikan terdakwa ‘..hajar Cad!’,” ujar Bobby.
Oleh karenanya, dakwaan penuntut umum dinyatakan tidak terang atau obscuur libel. (red)
Discussion about this post