BORGOLNEWS.COM BENGKALIS – Dua petani Bandar Jaya, Kecamatan Bunga Raya, Kabupaten Bengkalis, Anton Budi Hartanto dan Wandrizal, ditangkap oleh Kepolisian Resor (Polres) Bengkalis pada Senin (29/9/2025) lalu. Penahanan itu terkait dugaan pengeroyokan sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHPidana, yang dilaporkan terjadi pada Kamis, 11 September 2025.
Keduanya, yang selama ini aktif memperjuangkan hak atas tanah mereka, kini ditahan di Rumah Tahanan Polres Bengkalis setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Kronologi Penangkapan
Aksi penolakan oleh ratusan warga Bandar Jaya terhadap operasional alat berat PT Teguh Karsa Wana Lestari (TKWL) bermula sejak Agustus 2025. Warga menuntut penghentian sementara operasional perusahaan yang merobohkan tanam tumbuh milik mereka, meski sudah ada Surat Himbauan Kecamatan Siak Kecil tanggal 21 Agustus 2025 untuk menindaklanjuti hasil hearing Komisi II DPRD Kabupaten Bengkalis.
Pada 11 September 2025, ratusan warga melakukan aksi damai dengan orasi dan nyanyian. Namun, kericuhan terjadi saat salah seorang warga, SU, yang diduga masih bekerja sebagai Satpol PP Kabupaten Siak, tiba di lokasi bersama satpam perusahaan. Sehari setelahnya, SU melaporkan Anton dan Wandrizal ke Polres Bengkalis.
Penangkapan Anton dilakukan di rumahnya di Desa Tuah Indrapura sekitar pukul 16.00 WIB oleh lima orang tak dikenal tanpa menunjukkan surat tugas resmi, hanya memperlihatkan sepintas surat penangkapan. Wandrizal ditangkap setengah jam kemudian di rumahnya di Desa Jati Baru, oleh enam orang, salah satunya membawa senjata laras panjang. Kedua petani kemudian diperiksa secara terpisah sebelum dimasukkan ke Rutan Polres Bengkalis.
Penangkapan Sebagai Bentuk Pelemahan
Wilton Amos Panggabean, kuasa hukum dari YLBHI-LBH Pekanbaru, menilai penangkapan ini sebagai upaya untuk melemahkan perjuangan petani. “Anton dan Wandrizal ditetapkan sebagai tersangka tanpa pemeriksaan sebelumnya, padahal keduanya sedang memperjuangkan hak atas tanah mereka. Ini jelas bertentangan dengan prinsip due process of law dan menunjukkan pendekatan hukum yang represif,” ujar Wilton.
Ia menambahkan, kasus ini mencerminkan lemahnya komitmen negara terhadap reforma agraria. “Petani selalu dihadapkan pada pendekatan diskriminatif. Alih-alih melindungi hak rakyat, suara mereka justru diabaikan,” kata Wilton.
Menurut kuasa hukum, penetapan tersangka tidak proporsional dan bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No 21/PUU-XII/2014, yang mengatur bahwa penetapan tersangka harus dilakukan dengan dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka terlebih dahulu.
“Polres seharusnya memposisikan hukum pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium) dan tetap menghormati hak asasi manusia,” tegas Wilton.
Berdasarkan hal tersebut, kuasa hukum mendesak Presiden dan kementerian terkait untuk segera menjalankan reforma agraria sejati, Polres Bengkalis membebaskan kedua petani, serta Menteri ATR/BPN dan Gubernur Riau turun tangan mengendalikan konflik agraria dengan PT TKWL.















Discussion about this post