BORGOLNEWS.COM Rokan hulu(Riau)
PT. Sumatera Silva Lestari (PT SSL) adalah perusahan bergerak dibidang Usaha tanaman Hutan Produksi denga Tanaman Accasia dan sejenisnya, yang terdapat Salah satu lokasinya diwilayah Sektor pasir pengaraian.
Sejak perusahaan beroperasi telah terjadi komflik yang berkepanjang dengan masyarakat, pasalnya areal yang dikusai mereka merupakan lahan masyarakat tempatan, salah satunya Desa Batas Kec Tambusai. Penyelesaiannya tak kunjung usai begitu pelik dan tampaknya semua pihak terkait tutup mata.
Sekretaris KOPTAN-SS Desa Batas MINTAREJA, didampingi KISMAN. S.Pd, Sabtu (18/07/2020) saat ditemui dikantor Dewan Koperasi Rohul. Mengungkapkan kepada Media ini, bahwa Konflik PT. SSL dengan Kelompok Tani Sialang Sakti (Koptan SS) Desa Batas, Kecamatan Tambusai. seharusnya sudah selesai kalau pihak pemerintah konsisten dan komitmen dalam membela serta memperjuangkan kepentingan Masyarakat.
“Kalau diikuti proses perjalanan kronologis perjuangan Masyarat Desa Batas seharus PT. SSL Sektor Pasir Pengaraian sudah lama henkang dari Rokan Hulu.
Lebih lanjut Mintareja menjelas kan, Tanah Masyarakat seluas 2.753 Ha. Pada Areal kerja PT. SSL semestinya sudah dikembalikan kepada Masyarakat Desa Batas, berdasarkan serta mengacu pada Surat Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI Tahun 1999. dan Surat Bupati Rokan Hulu Tahun 2004.
Sementara itu, sambil menunggu proses tersebut KOPTAN-SS Desa Batas sebagai Perwakilan Masyarakat mengadakan Kesepakatan Kerja Sama dengan Kompensasi 30% yang dihitung setiap Rotasi ( setiap 5 tahun).
Setelah berlangsung 3x Rotasi PT SSL ini, banyak melanggar poin yang disepakati dalam MoU tersebut, pada awalnya Perjanjian dengan PT Lestari Unggul Makmur (LUM) dan bukan dengan PT SSL” ungkap Mintareja
Selain itu, Tokoh yang menjabat sebagai Wakil Ketua DEKOPINDA Rohul ini, mengungkapkan Tentang penghitungan Hasil Kompensasi yang tidak trasfaran sehingga hasil yang diterima tidak mampu mengangkat perekonomian masyarakat. jika dikalkulasikan Hasil yang diterima masyarakat hanya berkisar Rp. 8.500 sampai Rp. 50.000 per bulan per anggota Koperasi.
“Parahnya lagi, mulai kegiatan Penanaman, Pemanenan, Penjualan dan Harga, hingga penghitungan hasil produksi kayu Aksia yang dikeluarkan dari areal kerjasama semua tidak jelas. Semua dilakukan Secara sepihak.”beber Mintareja.
Poin lainnya yang dianggap melecehkan Masyarakat adalah setiap proses pembayaran Kompensasi tidak pernah tepat waktu dan selalu berbelit-belit serta selalu terungkap tekor.
Demikian juga termasuk perhitungan Daur ke 4, seharusnya 2019 lalu sudah Dibayarkan, anehnya sampai juli 2020 ini, Surat permohonan Pembayaran dari KOPTAN-SS Desa Batas tidak pernah ditanggapi.
Surat KOPTAN-SS Desa Batas tanggal 29 Juni 2020 terdebut berisi dengan mengajukan 6 (enam) Poin Desakan, salah satunya, meminta kepada PT. SSL utk mengakhiri Pola Mitra dan mengembalikan Lahan untuk tempat masyarakat bertani, karena lahan pertanian semakin sempit sementara penduduk semakin pesat.
Tidak terealisasinya kesepakatan pada MoU kata Mintareja membuat masyarakat melalui KOPTAN – SS, meminta kepada Pihak Pemerintah yang terkait. untuk segera memproses serta merealisasikan pengembalian Lahan Masyarakat, karena semua Tahapan secara Prosedural sudah kami jalani. dan kami juga sudah membuat surat dan disampaikan Tembusan ke Bapak Presiden RI. pungkas Mintareja (FP)
(Sumber rilis koptan SS)
Discussion about this post