Selanjutnya, politisi Golkar itu memberikan kesempatan kepada Syamsuar untuk membacakan pidato perdananya di hadapan ratusan peserta dan tamu undangan. Dalam pidato Gubernur Riau ini, menyoroti banyak hal seperti pembangunan serta kualitas infrastuktur dasar seperti jalan dan jembatan di Bumi Lancang Kuning.Mantan Bupati Siak itu merincikan, tahun 2017 panjang jalan provinsi terakmulasi sepanjang 2.799 kilometer. Dengan kondisi rusak sedang sampai rusak berat mencapai 55,18 persen atau lebih dari total panjang jalan. Sedangkan untuk jenis konstruksi perkerasan jalan sub standar. Baik itu kerikil, tanah atau belum tembus mencapai sebesar 34,58 persen. Indeks aksesibiltas rata-rata tingkat provinsi 0,49, dengan kategori rendah.
“Indeks aksesibiltas rata-rata per kabupaten kota sangat rendah sampai rendah kecuali di Kota Pekanbaru yang tinggi dan Dumai kategori sedang,” sebutnya.
Kondisi itu menurut dia belum sesuai dengan parameter kinerja standar pelayanan minimum (SPM) untuk indeks aksesibiltas provinsi Riau. Oleh karena itu ia merasa perlu adanya penambahan panjang jalan sesuai dengan kebutuhan. Terutama mendukung program prioritas dan pengembangan potensi wilayah. Seperti pembangunan ruas jalan yang menunjang konektivitas ke destinasi wisata, kawasan strategis nasional dan provinsi, kawasan pesisir dan perbatasan, kawasan sumber bahan baku industri serta membuka keterisoliran serta tematik lainnya.
“Untuk mencapai semua itu maka diperlukan strategi dan arah kebijakan untuk peningkatan kuantitas dan kualitas Infrastruktur dasar dan pembangunan berwawasan lingkungan. Seperti membangun konektifitas, memantapkan jalan dan jembatan serta pelabuhan sistem jaringan
transportasi yang terintegrasi,” tuturnya.
Ia menambahkan, pembangunan jalan juga disesuaikan dengan kebutuhan terutama mendukung program prioritas dan pengembangan potensi wilayah, seperti ruas jalan yang menunjang konektivitas ke destinasi wisata, kawasan strategis nasional dan provinsi, kawasan pesisir dan perbatasan serta kawasan sumber bahan baku industri.
Tak hanya menyoroti pembangunan infrastuktur, Syamsuar juga menyoroti kesenjangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) antar kabupaten kota di Provinsi Riau yang diukur dari capaian IPM Kabupaten Kota. Setidaknya, ada 7 kabupaten/kota yang IPM-nya berada dibawah rata-rata provinsi (71,79). Yakni Kabupaten Pelalawan, Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Indragiri Hilir dan Kabupaten Kepulauan Meranti.”Rendahnya IPM kabupaten kota disebabkan oleh capaian komponen pembentuk IPM, seperti Angka Harapan Hidup, dimana 11 Kabupaten/Kota berada dibawah rata-rata provinsi 70,79 tahun dan Rata-rata Lama Sekolah terdapat 7 Kabupaten Kota berada dibawah rata-rata provinsi 8,76 tahun,” ungkapnya.
Syamsuar juga menyoroti masalah keterbatasan akses air bersih dan air minum yang berasal dari air leding/perpipaan. Dengan rincian kebutuhan air bersih rumah tangga dengan memanfaatkan air sumur (37,20%), jasa air isi ulang dan air kemasan (36,16%) serta terdapat 23,45% rumah tangga yang bergantung pada ketersediaan air hujan. Demikian juga dengan keperluan memasak, mandi, cuci dan sebagainya, rumah tangga pada umumnya memanfaatkan air sumur (78,44%) serta air hujan (13,63%).
Kemudaian, untuk air limbah dan sampah belum terkelola dengan baik, sementara tingkat pertumbuhan penduduk dan industri relatif cukup tinggi, aktivitas tersebut dipastikan menghasilkan air limbah dan sampah, baik skala rumah tangga maupun industri. Air limbah dan sampah tersebut jika tidak terkelola dengan baik akan mengancam upaya penyehatan lingkungan khususnya terhadap kualitas air permukaan dan air sungai yang notabene sebagai sumber air baku untuk berbagai keperluan rumah tangga.
Syamsuar juga sempat menyinggung soal kebutuhan energi listrik di Provinsi Riau semakin tinggi seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan sektor industri. Sampai bulan Desember 2018 Ratio Elektrifikasi (RE) Provinsi Riau sebesar 95,92%. Masih terdapat desa yang belum teraliri listrik sebanyak 74 Desa dari 1.859 jumlah Desa dan Kelurahan.
“Kabupaten yang paling rendah layanan listrik adalah Kabupaten Indragiri Hilir yang baru mencapai 77,64% dari 236 Desa dan Kelurahan,” paparnya.
Tidak hanya itu, Gubri Syamsuar juga sempat menyampaikan, terkait pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau periode 2011-2017 mengalami penurunan. Tahun 2011 sebesar 5,57% turun menjadi 2,71% pada tahun 2017. Terjadinya pergeseran struktur perekonomian provinsi Riau dari tahun 2012 ke tahun 2017 dari pertambangan dan penggalian ke sektor industri pengolahan
“Pergeseran ini disebabkan oleh penurunan harga komoditas migas sehingga minat investasi pada sektor migas mengalami penurunan,” imbuhnya.
Selain itu, masih tingginya tingkat Kemiskinan dan pengangguran di Riau juga sempat disampaikan oleh Gubri Syamsuar dalam pidato perdananya di gedung DPRD Riau. Ia menilai, tingkat kemiskinan Provinsi Riau masih di atas 5% yaitu 7,41% atau 514.620 jiwa penduduk Riau berada di bawah garis kemiskinan, dan jumlah persentase miskin tinggi terdapat pada sub sektor perkebunan. Kabupaten/Kota yang berada di atas tingkat kemiskinan provinsi terdapat pada Kabupaten Kepulauan Meranti (28,99%), Rokan Hulu (10,91%), Pelalawan (10,25%), Kuantan Singingi (9,97%), Kampar (8,02%) dan Kabupaten Rokan Hilir (7,88%).
Kemudian, belum optimalnya upaya pengembangan potensi pangan lokal dalam mendukung ketahanan pangan, hal tersebut dapat dilihat dari produksi beras Provinsi Riau tahun 2013-2017 menurun sebesar 3,65 persen per tahun. Di sisi lain, kebutuhan konsumsi beras penduduk Riau dari tahun 2013- 2017 tumbuh 1,38 persen per tahun. Hal ini Provinsi Riau harus mendatangkan pasokan beras dari luar masih sangat tinggi. Tahun 2017 produksi beras Riau hanya 33,00 persen dari kebutuhan konsumsi beras Riau dan rasio ini memiliki penurunan sebesar 5,74% per tahun.
Tidak hanya itu, Syamsuar juga menyampaikan terkait masih Rendahnya Pengelolaan Potensi Budaya Melayu dan Pariwisata. Masih belum optimalnya pelestarian budaya khususnya budaya melayu. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya jumlah karya seni budaya yang direvitalisasi dan dinventarisasi. Selama kurun waktu 2013-2017, jumlah karya seni budaya Melayu yang direvitalisasi dan diinventarisasi baru mencapai sebanyak 120 karya seni budaya Melayu.
“Sementara potensi karya seni budaya Melayu terutama di sumber 4 Sungai besar sebagai tempat peradaban melayu masa lalu cukup besar. Hal yang sama juga terjadi pada cagar budaya baru dilestarikan hanya sebanyak 433 dari 2.862 cagar budaya yang ada, serta belum terinternalisasinya nilai- nilai, tradisi dan hasil karya Budaya Melayu Riau di lingkungan Sekolah (Ekstrakurikuler) dan ruang umum (publik),” bebernya.
Sektor pariwisata menurut dia juga menjadi masalah yang harus diseriusi. Termasuk fasilitas infrastuktur yang sangat menunjang pariwisata lokal. Yang terdiri dari 3 A, amenitas aksesibilitas dan atraksi yang ada di destinasi wisata belum terfasilitasi dan dikelola dengan maksimal.(adv/borgolnews.com)
Discussion about this post