BORGOLNEWS.COM, PEKANBARU/RIAU – Perusahaan Hulu Migas, PT Chevron Pasific Indonesia ( PT CPI), pengelola migas Riau atau Blok Rokan, diduga tidak patuhi aturan dalam penggalian Borrowpit seluas 20 Hektar di lokasi Minas Kecamatan Minas Kabupaten Siak. Senin 3/5/2021.
Belakangan terkait adanya aktifitas pertambangan mineral bukan logam dan batuan, atau tanah urug, dengan skala besar-besaran, memunculkan pertanyaan sejumlah pihak, khususnya organisasi Lingkungan Hidup Riau. Pasalnya, selain kegiatan yang telah merusak lingkungan itu, ternyata pertambangan tersebut adalah Ilegal, sebagaimana disampaikan oleh ketua Lembaga Perduli Lingkungan Hidup Indonesia (LPLH-INDONESIA), Mandi Sipangkar.
“Informasi yang kami ketahui kegiatan penggalian itu tidak ada izin lingkungan dan izin pertambangan nya dari lembaga terkait, sehingga kami minta pemerintah dan penegak hukum dapat menindaklanjuti kegiatan tersebut, karena itu sangat merugikan Provinsi Riau,” Ujar Mandi.
Disebutnya, bahwa kegiatan penggalian tanah dengan kedalaman 7 meter itu sudah menambah bentang alam terbuka, yang tadinya merupakan hutan alam yang hijau dan lestari, namun dari pemantauan LPLH, kondisi lapangan sudah menunjukkan tingkat kerusakan yang parah.
“Alam yang tadinya lestari kini sudah hancur, di empat titik Borrowpit PT Chevron, puluhan hektar lahan terbiarkan rusak berat akibat erosi dan penebangan hutan secara liar oleh PT Chevron, ini harus di tindak oleh pihak Gakkum dari DLHK Riau atau LHK RI,” lanjut Mandi Sipangkar.
Selain itu dijelaskan oleh Mandi, bahwa ada kerugian keuangan Negara yang disebabkan oleh ketidakpatuhan PT Chevron terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dimana menurutnya akibat kegiatan Ilegal PT Chevron itu, ada 1,6 juta kubik tanah hasil galian yang di angkut tidak menyetor pajak daerah, begitu juga dengan pajak daerah atau retribusi, menjadi hilang, akibat pekerjaan yang dilakukan tidak berdasarkan ketentuan yang ada. Nilainya ditaksir berkisar Rp 16 Miliar rupiah.
Hal itu juga dibenarkan oleh pihak DLHK Riau, saat dipertanyakan oleh awak media ini, terkait kebenaran temuan LPLH tersebut. DLHK melalui pejabat terkait menyebut, pihaknya sudah menerima laporan organsiasi Lingkungan Hidup Riau itu, dan sedang mendalaminya.
“Dari laporan yang masuk, kami lihat memang benar kegiatan itu ilegal, karena pertama mereka tidak punya izin lingkungan terkait Borrowpit itu, kami tahu, penggalian itu juga tidak memiliki izin pertambangan dari ESDM, padahal itu benar-benar aktifitas pertambangan mineral bukan logam dan batuan yakni tanah urug, atau galian C, dan itu musti ada izin nya, ” sebut pejabat DLHK Riau.
Menurutnya, PT Chevron harus bertanggung jawab sepenuhnya atas kerusakan lingkungan hidup yang di akibatkan aktifitas galian tanah, dan mengembalikan potensi kerugian Keuangan Negara sebesar Rp 16 Miliar, dari pajak daerah dengan jumlah galian 1,6 kubik, dan itu disebut sudah berjalan cukup lama. Hal itu juga di amini oleh ketua LPLH Mandi Sipangkar, bahwa PT Chevron disebutnya seakan tidak tunduk pada aturan negara soal pertambangan mineral bukan logam atau batuan di kecamatan Minas.
” PT Chevron dan SKK Migas Sumbagut, jangan bangun pembodohan publik di Riau ini. Kegiatan Hulu Migas PT Chevron adalah jelas bentuk aktivitasnya, yakni melakukan produksi Migas Riau, dengan ekplorasi dan eksploitasi, dan jika mereka membutuhkan tanah, berdasarkan aturan, harus menetapkan Borrowpit sendiri dengan luas maksimal 1 hektar. Yang dilakukan saat ini bukan seperti itu, melainkan ada pertambangan menggali, bukan tergali, dengan luas 20 hektar, jadi wajib memiliki izin sesuai bentuk kegiatannya,” jelasnya.
Menurutnya, kegunaan tanah dengan jumlah 1,6 juta kubik adalah diperuntukkan PT Chevron untuk menutupi areal-areal yang terkontaminasi oleh limbah B3, dengan abnormal, sehingga bukan dalam rangka produksi migas, melainkan mengatasi kerusakan lingkungan akibat pencemaran.
“PT Chevron dan SKK Migas Sumbagut jangan berdalih lagi dengan mengatakan patuh pada aturan negara ini, dan mengatakan bahwa aktifitas galian tanah itu bukan pertambangan, lihat saja, masyarakat, hanya menggali tanah dengan ribuan kubik saja, pasti sudah di grebek Kepolisian, karena itu galian C harus ada izin, konon oleh PT Chevron, menggali tanah seluas 20 hektar, wajib memiliki izin untuk itu,” katanya.
Belakangan PT Chevron dan SKK Migas Sumbagut menjawab pertanyaan awak media mengatakan, bahwa PT Chevron merupakan perusahaan yang patuh pada aturan.
Sementara terkait berita ini, awak media ini telah melakukan konfirmasi kepada pihak PT Chevron di Pekanbaru, namun hingga berita ini dimuat, belum memberikan tanggapannya.
Diketahui, yang dilakukan PT CPI bersama dgn kontraktornya, menggali areal sampai puluhan hektar, dan itu digunakan tidak untuk kegiatan mendukung produksi migas, melainkan untuk penimbunan lokasi lokasi yang tercemar Limbah B3 pada kegiatan pemulihan lingkungan hidup.
“Intinya izin lingkungan yang di miliki PT CPI adalah kegiatan pertambangan Migas sesuai UU no 22 tahun 2001 ttg Migas jadi tidak ada lingkup kegiatan pertambangan minerba yang tercantum dalam dokumen lingkungan PT CPI. Kegiatan pertambangan minerba diatur dalam UU no 4 tahun 2009 beserta perubahannya dan peraturan turunannya,” kata Sumber dari DLHK.
Menrurutnya memang PT Chevron Pacifik Indonesia dengan didampingi dan didukung SKK MIGAS pernah memberikan klarifikasi, tapi klarifikasi tersebut tidak relevan dengan fakta lapangan, dan mereka tidak bisa menunjukkan izin yg dimiliki, sehingga tidak merubah analisis yuridis fakta yg terjadi di lapangan.
“Apapun kegiatan pertambangan mineral bukan logam batuan jenis tanah Urug di wilayah kerja blok Rokan yg tidak sesuai dokumen lingkungan adalah illegal. Sesuai permen LHK No P. 38/2019, kegiatan pemotongan bukit dan pengurugan tanah dengan besaran lebih 500.000 M3 wajib memiliki AMDAL dgn kategori C,” sebut Sumber dari yang kompeten.
Dijelaskannya, dengan tidak adanya izin pertambangan mineral bukan logam batuan jenis tanah Urug yang dimiliki PT CPI, jelas PT CPI tidak membayar pajak galian mineralnya, ini jelas diduga kuat tidak mempedomani pasal 38 PP No 35 tahun 2004 tentang kegiatan hulu migas, bahwa terhadap kontrak kerjasama tunduk dan berlaku hukum Indonesia.
“Data yang ada pada kami sampai dengan Januari 2021 ada 1,6 juta m3 tanah terkontaminasi minyak Bumi yg sudah diangkut oleh PT CPI dari 89 lokasi. Untuk kegiatan pemulihan lingkungan hidup paling tidak diperlukan tanah timbun sebanyak 1,6 juta m3 itu juga, dengan asumsi pajak mineral bukan logam batuan jenis tanah Urug Rp 10rb. Berarti itu ada Rp 16 Milyar pajak daerah yg tidak dibayar PT Chevron Pacifik Indonesia,” Ujarnya.
Bahkan diprediksi, dilokasi-lokasi lain diduga juga tidak dibayar pajak daerah nya oleh PT CPI, hal ini telah melanggar Pasal 31 UU No 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, juncto pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) huruf c. PP 35 Tahun 2004, diamana kontraktor yang melaksanakan kegiatan usaha hulu wajib membayar penerimaan negara yg berupa pajak dan penerimaan negara bukan pajak, termasuk wajib membayar pajak daerah dan restribusi daerah.
“Pelanggaran ini telah disengaja,
dalam waktu cukup lama dan berlangsung terus menerus, bisa dikatakan terstruktur, sistematis dan masif. semua rencana kegiatan dan anggaran PT CPI tersebut disetujui oleh SKK Migas, perlu diklarifikasi ke SKK Migas, apakah biaya pengadaan tanah urug tersebut seharusnya dibeli dari pihak yang punya izin pertambangan resmi, atau boleh diambil secara illegal dan tidak perlu dibayar pajak nya,” Kata Mandi Sipangkar mengakhiri. (Red-Tim)
Discussion about this post