BORGOLNEWS.COM JAKARTA – Di tengah hiruk pikuk politik menjelang tahun pemilu, Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, mengambil posisi yang jarang diambil pejabat publik: menolak masuk partai politik. Sikapnya yang tegas untuk tetap berada di jalur profesional menuai perhatian banyak pihak, karena di Indonesia jabatan publik kerap identik dengan afiliasi partai.
“Saya nggak tertarik politik,” ujar Purbaya, Rabu (29/10/2025), menepis isu dirinya diajak bergabung ke salah satu partai besar. Dengan popularitas yang kian meningkat berkat kebijakan ekonominya yang dinilai pro-rakyat, sikap ini justru memperkuat citra Purbaya sebagai sosok teknokrat yang bekerja tanpa beban kepentingan politik.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak, menilai posisi Purbaya saat ini menjadi bukti nyata bahwa seseorang bisa mencapai posisi strategis tanpa harus menjadi kader partai. “Sangat bisa. Indonesia sudah punya contoh, seperti Boediono yang dulu menjadi Wakil Presiden mendampingi SBY tanpa latar belakang partai,” ujarnya, Jumat (31/10/2025).
Menurut Zaki, kekuatan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto membuka peluang lebih luas bagi figur profesional seperti Purbaya. “Prabowo punya pengaruh besar di dalam koalisi. Ia bisa mengangkat siapa pun yang dianggap punya kapasitas, meskipun bukan orang partai,” jelasnya.
Zaki menilai, keberanian Prabowo memberi ruang bagi sosok nonpartai seperti Purbaya menunjukkan arah politik yang lebih terbuka. “Popularitas Purbaya justru bisa menjadi modal politik tersendiri. Banyak kebijakannya yang populistik dan disukai masyarakat, dan Prabowo tampak menikmati gebrakan-gebrakannya,” kata Zaki.
Namun, di balik popularitas itu, Zaki menekankan pentingnya Purbaya menjaga kredibilitas profesional. “Tantangannya bukan lagi soal posisi, tapi capaian nyata. Ia perlu membuktikan reformasi ekonominya berhasil, terutama dalam hal pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak,” ungkapnya.
Zaki menyoroti target ambisius pemerintahan Prabowo untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 6–8 persen. “Kalau Purbaya bisa mengawal target pertumbuhan 6 persen saja, itu sudah prestasi besar. Ia juga harus memperbaiki penerimaan pajak yang sempat anjlok lebih dari 30 persen di awal 2025,” urainya.
Menurutnya, keberhasilan Purbaya di bidang ekonomi akan menjadi ukuran apakah teknokrat bisa bersaing dengan politisi dalam hal pengaruh publik. “Kalau stimulus ekonomi yang digelontorkannya berdampak nyata, nama Purbaya akan makin kuat — bahkan bisa lebih populer daripada menteri yang berpolitik,” ujarnya.
Menariknya, Zaki melihat fenomena seperti Purbaya bisa menjadi tren baru dalam politik Indonesia: munculnya pejabat profesional nonpartai yang dipercaya rakyat. “Partai politik akan selalu tertarik pada figur seperti Purbaya, karena mereka membawa nilai bersih dan kepercayaan publik yang tinggi,” katanya.
Meski begitu, Zaki mengingatkan bahwa keteguhan Purbaya menjaga jarak dari politik adalah pedang bermata dua. “Jika ia mampu membuktikan kerja nyata tanpa tergoda kekuasaan politik, ia bisa menjadi simbol baru birokrat profesional di era Prabowo. Tapi jika gagal, ia akan dianggap hanya teknokrat yang pandai berjanji,” pungkasnya.















Discussion about this post