BORGOLNEWS.COM, Sumut– Kehati-hatian Polda Sumut dalam Penanganan kasus kerangkeng dirumah eks Bupati Langkat dengan belum melakukan penahanan terhadap delapan tersangka kasus kerangkeng Bupat langkat non aktif TRP demi kepentingan hukum patut dicontoh, ujar ahli hukum pidana Dr. Alfi Sahari, SH M.hum.
Ditreskrimum Polda Sumut dan tidak dilakukan penahanan menuai kritik dan kontroversi. Untuk itu diperlukan adanya penahaman terkait proses penyidikan dan kewenangan penyidik untuk melakukan upaya paksa berupa penahanan yang ditujukan demi kepentingan penyidikan dengan mensyaratkan alasan subjektif dan objektif sebagaimana dimaksud dalam KUHAP yang mana KUHAP menentukan limitasi masa penahanan.
“Penggunaan upaya paksa berupa penahanan mensyaratkan penyidik harus berhati-hati dalam melaksanakan kewenangannya karena apabila tergesa-tergesa dapat berakibat pada ketidakektifan atau undue process of law dalam pencapaian tujuan hukum,” kata Alfi.
Hukum pidana itu sendiri berorientasi pada perbuatan pidana dan pelaku perbuatan pidana atau yang dikenal dengan istilah daad-dader- strafrecht atau due process model dalam kerangka pembuktian dan sistem pemidanaan.
Bahwa penetapan tersangka berorientasi pada perbuatan dengan tidak melakukan penahanan tidak menghilangkan proses pertanggungjawaban pidana atas perbuatannya (strafbaar handeling).
“Upaya paksa berupa penahanan terhadap tersangka adalah kewenangan penyidik tentunya didasarkan pada norma formulasi kebijakan hukum pidana itu sendiri yang tidak hanya terfokus pada retributive justice berupa menghukum pelaku,” timpal alfi.
Pidana penjara atas kejahatan yang telah dilakukan para pelaku juga berorientasi pada pelindungan terhadap korban berupa retritusi dengan alasan disamping kualifikasi delik yang disangkakan terhadap tersangka adalah UU Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagai lex specialis derogat lex generalis yang bukan dimaknai sebagai concursus realis.
Alasan lain juga peristiwa pidana kerangkeng dirumah eks Bupati Langkat telah berlangsung lama dan melibatkan banyak korban yang perlu pendalaman pembuktian oleh penyidik dengan didasarkan pada fakta hukum (post factum/ legal guit) bukan berdasarkan opini.
Hal ini sejalan dengan fungsi hukum pidana sebagaimana dirumuskan di dalam doktrin yakni “…het starfrecht zich richt tegen min of meer abnomale gedragingen.
“Bahwa penyidik sudah memenuhi tahapan dan memerlukan keterangan serta alat bukti yang kuat mengingat kasus ini sudah berlangsung lama. 10 tahun, saya yakin penyidik akan melakukan tahapan sesuai proses penyidikan termasuk dalam melakukan penahanan, Percayakan saja kepada penyidik,” pungkas Dr. Alfi.(Pardamean Napitupulu)
Discussion about this post