BORGOLNEWS.COM, PEKANBARU– Permasalahan akibat ketidaksesuaian tata ruang, kawasan hutan, izin dan hak atas tanah masih jamak terjadi.
Untuk mencari solusi permasalahan tersebut, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional Surya Tjandra mengunjungi dan aktif berdiskusi dengan pemimpin daerah terdampak, salah satunya dengan Wali Kota Dumai Paisal, Selasa (22/6). Diskusi digelar di Aula Kantor Wali Kota Dumai.
Dalam kesempatan itu, Paisal menyampaikan garis besar permasalahan yang terjadi di Kota Dumai.
Menurutnya, terdapat permasalahan inti yang terjadi di Provinsi Riau termasuk di Kota Dumai, seperti yang dialami masyarakat pemegang sertipikat tanah tidak bisa memanfaatkan tanahnya. “Karena tanah tersebut yang sebelumnya berstatus Area Penggunaan (APL) saat ini statusnya telah berubah menjadi Hutan Produksi Konversi (HPK),” ungkapnya dilansir dari jpnn.com.
Selain perubahan status tersebut, lanjut Paisal, beberapa masyarakat pemegang sertipikat juga terkendala karena tanahnya masuk dalam kawasan Penetapan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PPIPPIB). “Masalah lain yang juga terjadi bahwa terdapat tanah yang dikuasai masyarakat untuk tempat tinggal dan usaha diklaim merupakan aset negara,” tutur Paisal.
Gubernur Riau Syamsuar yang turut hadir dalam diskusi tersebut berharap kehadiran Surya mampu membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi di provinsinya.
Menurutnya, dampak persoalan yang dialami saat ini masyarakat tidak bisa memanfaatkan tanah tersebut.
“Saya sangat berharap kehadiran Pak Wamen mampu membantu permasalahan kami, masyarakat butuh kehadiran pemerintah untuk mendapatkan kembali hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan,” harapnya.
Menanggapi hal tersebut, Surya Tjandra mengatakan penanganan konflik di kawasan hutan menjadi perhatian serius pemerintah selama ini.
Menurutnya, hal itu terbukti dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan atau Hak Atas Tanah.
“Peraturan ini bisa menjadi dasar penyelesaian konflik yang terjadi,” ujar Surya.
Dalam Pasal 1 Ayat 11 PP 43/2021 disebutkan bahwa “keterlanjuran” adalah kondisi di mana izin, konsesi, hak atas tanah, dan atau hak pengelolaan yang diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang pada saat itu berlaku, namun menjadi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.
“Pasal tersebut mampu menjadi dasar penyelesaian permasalahan ketidaksesuaian izin atau konsensi dalam pengelolaan lahan yang telah dikuasai dan dimanfaatkan masyarakat di dalam kawasan hutan,” jelas Surya.
Lebih lanjut Surya dalam pesannya menyampaikan proses penyelesaian permasalahan di kawasan hutan harus berpihak terhadap kepentingan masyarakat.
Dia berharap pertemuan ini bisa menjadi pintu mempercepat penyelesaian permasalahan pertanahan yang terjadi.
“Dalam penyelesaian permasalahan ini kita harus berpihak, khususnya kepada masyarakat yang telah memanfaatkan lahan di area kawasan hutan apalagi masyarakat tersebut sudah memegang bukti penguasaan bahkan sudah bersertipikat,” tutup Surya.
Turut hadir dalam rapat ini Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau M. Syahrir, Wakil Ketua Komite I DPD Fernando Sinaga, Kepala Kantor Pertanahan Kota Riau Robert H. Sirait serta perwakilan OPD di Pemerintah Provinsi Riau. (red)
Discussion about this post