BORGOLNEWS.COM, INHU– Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di Kabupaten Inhu, Riau dinilai sejumlah kalangan penuh dengan skenario dan konspirasi, jauh dari azas keadilan dan kejujuran.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar diruang Komisi III bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Inhu pada Senin 9 Agustus 2021 lalu, Wakil Ketua II DPRD Inhu, Suwardi menyebutkan tentang adanya skenario dan konspirasi.
Kata Suwardi, terlalu banyak kejanggalan dalam proses Pilkades yang semua dijadwalkan pelaksanaannya pada 28 Agustus 2021 mendatang.
“Saya bicara bukan tidak berdasar, tetapi sesuai dengan fakta dan sudah terbukti pada tiga permasalahan Pilkades yang masuk laporannya ke DPRD Inhu. Yakni Pilkades Sungai Akar, Pilkades Tanjung Beludu dan Pilkades Pauhranap,” beber Suwardi.
Ditambakan Suwardi, dari permasalahan di tiga desa itu, jelas tergambar adanya kejanggalan dalam pelaksanaan Pilkades, terutama dalam melakukan penjaringan Calon Kepala Desa (Cakades).
Pertama, Ketua dan Anggota BPD ikut dalam panitia pemilihan. Padahal mereka seharusnya bertindak sebagai pengawas pelaksanaan Pilkades.
Selain itu, penjaringan terbuka untuk masyarakat darimanapun mereka berasal, tidak harus dari warga setempat.
“Seharusnya poin untuk warga setempat lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak tinggal di desa bersangkutan,” tegas Suwardi.
Suwardi memberi contoh, seperti Pilkdes di Desa Pauhranap. Dimana, seorang mantan Kepala Desa (Kades) yang akan mencalonkan diri tidak bisa diloloskan karena tidak memiliki SK asli saat dirinya menjabat Kepala Desa sementara nomor SK nya ada.
Ketika sang calon meminta salinan ke Dinas PMD Inhu dan Bagian Hukum, tidak satupun yang memiliki salinan SK tersebut.
“Ini kan aneh. Masa pemerintahan tidak memiliki salinan keputusan Bupati Inhu (SK Kades). Makanya saya sebutkan semuanya sudah diatur untuk memenangkan satu calon,” kata Suwardi.
Suwardi juga mempertanyakan soal SK Kades harus ada fisiknya. Kemudian mengapa harus ada penilaian Buchori sebagai calon Kades muncul poin 20, hanya karena pernah menjabat sebagai anggota DPRD Inhu.
Sementara dalam Perbup Inhu atau Perda Inhu, anggota DPRD tidak masuk dalam hitungan poin, hanya TNI dan Polri.
Selain itu, kader Gerindra ini juga menyoroti adanya penunjukan pelaksana tugas Kades diambil dari fungsional yakni dari guru dan bidan desa.
“Saya heran kenapa bisa pelaksana tugas seorang Kades berasal dari guru dan bidan. Itu dari mana aturannya. Padahal guru dan bidan desa adalah jabatan fungional bukan struktural,” tegasnya.
Sekretariss Komisi III DPRD Inhu, Elda Suhanura menyatakan, setelah melihat permasalahan yang sampai ke DPRD Inhu, terkait Pilkades, dirinya memberikan dua pilihan, yakni dibatalkan atau ditunda terlebih dahulu, untuk di tiga desa tersebut.
“Kita minta Pilkades di Desa Tanjung Beludu, Desa Sungai Akar dan D3sa Pauhranap ditunda terlebih dahulu,” ujarnya.
Dia beralasan, bahwa permasalahan ini akan bisa meicu konflik didesa tersebut. Apalagi di Desa Tanjung Beludu sudah ada 300 orang warga yang sudah menandatangani penolakan terhadap pelaksanaan Pilkkades.
“Kami tidak ingin ini akan menjadi konflik nantinya, apalagi akan sampai kepermasalahan hukum,” kata dia.
Selama RPD, pihak Dinas PMD Inhu tidak dapat memberikan klarifikasi terhadap apa yang disampaikan anggota dewan dan memilih diam.
Selain Elda Suhanura, selaku pimpinan RDP, juga dihadiri sejumlah anggota Komisi III lainnya, yakni Yurizal, Hendrizal, Aditya, Suroto dan anggota lainnya serta Plt Kadis PMD Inhu Nursisman dan Sekretaris Haris beserta staf. (red)
Sumber: m.riau1.com
Discussion about this post