BORGOLNEWS.COM – JAKARTA – Bupati Kepulauan Meranti Drs. Irwan MSi, menemui Sekjend Kementerian KLHK, Bambang Hendroyono, dalam pertemuan itu Bupati Irwan mengusulkan kepada Menteri KLHK RI untuk mengeluarkan Wilayah Hutan Lindung Meranti dari Penetapan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB) Tahun 2020, dengan melihat kondisi Eksisting wilayah Meranti yang sesungguhnya agar upaya Pemda dalam pengembangan wilayah tidak terkendala, bertempat di Kantor Kementrian LHK RI, Jakarta, Rabu (9/7/2020).
Turut mendampingi Bupati dalam pertemuan itu, Plt. Kepala Bappeda, Azza Fahroni dan Ketua Forum Camat se-Meranti, Rayan Pribadi SH.
Dalam pertemuan itu, Bupati Irwan melakukan konsultasi sekaligus mengajukan permohonan kepada Kementrian LHK RI untuk pelepasan kawasan kilang sagu masyarakat yang sebagian besar masuk dalam kawasan hutan lindung dari Area PIPPIB, agar kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementrian LHK tersebut tidak menjadi kendala Pemda dalam melakukan pengembangan wilayah Kabupaten dalam rangka percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa hingga Perkotaan.
Seperti diketahui, sehubungan dengan terbitnya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019, tanggal 7 Agustus 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut dan telah ditetapkannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : SK.851/MENLHK/PKTL/IPSDH/PLA.1/2/2020 terkait
PIPPIB Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Tahun 2020 Periode 1 tanggal 26 Februari 2020. Menimbulkan kendala bagi Kabupaten Kepulauan Meranti dimana berdasarkan hasil kajian sangat menyulitkan dan bahkan sangat menghambat pelaksanaan pengembangan pembangunan, khususnya di bidang pertanian, perkebunan, dan bidang lainnya yang pada dasarnya merupakan potensi bagi daerah.
“Padahal potensi ini merupakan penyumbang pertumbuhan perekonomian pedesaan sampai perkotaan,” jelas Bupati.
Dijelaskan Bupati Irwan, total luas kawasan hutan di Kabupaten Kepulauan Meranti adalah 260.654,32 ha (71,67 %) dari total luas Kabupaten Kepulauan Meranti, sedangkan luas kawasan non hutan atau Areal Penggunaan Lain (APL) adalah 100.027,53 ha (27,5 %). Dari Luas APL tersebut sebanyak 81.555,38 ha termasuk ke dalam moratorium gambut (PIPPIB) tahun 2020.
Luas Areal Penggunaan Lain yang benar- benar bisa digunakan dan aman untuk pelaksanaan kegiatan Pemerintah Daerah hanya seluas 16.072,15 ha saja atau sekitar 4.42 % dari total luas daratan Kabupaten Kepulaun Meranti.
Dengan areal yang bisa dikelola hanya tinggal seluas 16.072,15 ha tersebut tentunya akan menyulitkan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti untuk melaksanakan pembangunan sebab jika hanya mengandalkan sektor hulu pertanian tanpa diikuti pengembangan industri hilir akan menyebabkan Meranti sebagai Kabupaten baru akan selalu tertinggal, termiskin dan terbelakang.
Diakui Bupati, permasalahan ini sudah pernah dusampaikan langsung kepada Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakui surat Pemkab. Meranti No. 050/BAPPEDA/2019/213.2 yang ditembuskan juga kepada Presiden Republik Indonesia, Menko Perekonomian, Menteri Pertanian, Kepala Badan Restorasi Gambut dan Gubernur Riau, namun sayangnya hingga saat ini belum mendapat tanggapan.
Lebih jauh dijelaskan Bupati, kondisi makro Kabupaten Meranti saat ini merupakan pulau terluar dari NKRI yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka dan negara tetangga Malaysia dan Singapura namun kondisinya masih sangat tertinggal. Angka Kemiskinan 27,79% (2018) tertinggi di Provinsi Riau. Untuk penopang ekonomi sekaligus mencukupi kebutuhan hidupnya masyarakatnya menerapkan pembangunan yang ramah lingkungan dengan mengembangkan potensi kearifan lokal berupa pengembangan kebun sagu yang telah dilakukan secara turun temurun dan telah bersifat semi-budidaya. Tanaman ini sangat adaptif dengan kondisi tanah Meranti yang berupa gambut dan rawa. Luasan Kebun Sagu di Meranti 53.494 Ha, meski bukan yang terluas namun jumlah produksi Sagu Meranti merupakan nomor satu di Indonesia yakni 214.062 Ton atau 36.6 Pereen dari produksi Sagu Nasional.
Dan yang jadi masalah sebanyak 95 kilang sagu yang tersebar di Kepulauan Meranti kesemuanya berada di daerah hutan dan PIPPIB. “Pada prinsipnya kami setuju atas kebijakan PIPPIB Kementrian LHK RI dalam
meningkatkan perbaikan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut, namun
penetapan PIPPIB yang tidak diawali dengan kajian yang holistik dan terintegrasi
akan menjadi penghambat inovasi dalam melaksanakan pembangunan daerah,” ujar Bupati lagi.
Untuk itu agar masalah ini tidak berlatut-larut Pemkab. Meranti berharap Kementrian LHK RI dapat menurunkan tim ke Meranti untuk mengkaji dan melalukan pemetaan kondisi eksisting Meranti. Diharapkan hasil kajian tersebut dapat menguatkan usulan Pemkab. Meranti untuk mengeluarkan wilayah rencana pengembangan wilayah Kabupaten Meranti dari PIPPIB Kementrian LHK Periode Tahun 2020.
“Kami berharap ibu Menteri LHK dapat menurunkan Tim Kajian ke lapangan untuk melakukan peninjauan langsung ke Kabupaten Kepulauan Meranti dalam rangka memetakan kondisi eksisting yang baik wilayah perkotaan, permukiman, perdesaan, industrialisasi (kilang
sagu Masyarakat) dan infrastrukturnya, selanjutnya melakukan kajian terhadap
rencana pengembangan yang telah disusun Pemerintah Kabupaten Kepulauan
Meranti agar upaya pengembangan daerah yang kami lakukan tidak terkendala,” harap Bupati Irwan.
Menyikapi hal itu ditanggapi positif oleh pihak Kementrian LHK RI dalam hal ini, Sekjend Kementerian KLHK, Bambang Hendroyono. Agar usulan ini dapat ditindaklanjuti segera Bambang meminta Pemda Meranti membuat usulan atau proposal Peta Teknis yang berisi informasi rinci dan detil menyangkut wilayah strategis mana saja yang hendak dilepas.
Untuk wilayah strategis ini jika mengacu pada potensi ekonomi dan kehidupan masyarakat Meranti, dijelaskan Bupati melalui Kepala Bappeda H. Azza Fahroni difokuskan pada areal kebun dan kilang Sagu masyarakat yang hampir semuanya masuk dalam kawasan PIPPIB Tahun 2020.
Dikatakan Kepala Bappeda, Pemkab. Meranti akan segera membuat usulan yang diminta oleh Kementrian LHK RI tersebut. Sesuai dengan prosedur usulan akan diserahkan ke Pemerintah Provinsi Riau untuk diproses dan diteruskan ke Kementrian LHK RI untuk ditindaklajuti. (ADV/RED).
Discussion about this post